Kualitas bangunan apartemen di Australia kini menjadi sorotan, setelah kasus terakhir yang dialami penghuni kompleks Mascot Towers di Sydney. Mereka terpaksa dievakuasi karena adanya keretakan pada bangunan.
Sebelumnya juga di Sydney, sekitar 3000 penghuni apartemen Opal Towers dievakuasi akibat runtuhnya balok-balok penyangga bangunan itu.
Laporan ABC News menyebutkan masalah keamanan gedung apartemen baru bukan hanya terjadi di Sydney.
Sejumlah pemilik apartemen di kota lainnya yang dihubungi ABC menjelaskan kini mereka khawatir struktur bangunan apartemennya tidak aman ditinggali. Mereka pun harus membiayai sendiri kerusakan itu.
Salah satunya John Grant, pemilik apartemen di Canberra yang dibeli dengan harga 640.000 dolar pada tahun 2011. Tak lama berselang, muncul retakan yang menyebar di lantai parkiran apartemen.
Grant mengaku mendapat informasi bahwa keretakan itu bisa diperbaiki, tapi biayanya diperkirakan mencapai 9 juta dolar (sekitar Rp 90 miliar).
Jika biaya ini harus ditanggung pemilik apartemen di kompleks itu, masing-masing harus membayar 75.000 dolar (Rp 750 juta).
Para pemilik apartemen itu, katanya, kini melayangkan gugatan kepada kontraktor, pengembang dan perancang bangunan apartemen mereka.
Konsultan properti Edwin Almeida menjelaskan, permasalahan menurunnya kualitas bangunan ini sebenarnya dipicu adanya deregulasi proses persetujuan pembangunan gedung apartemen di Australia pada tahun 1989.
Faktor lain, menurut Almeida seperti dikutip media Financial Review, yaitu maraknya pembangunan gedung tinggi di lahan yang sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk bangunan tinggi.
Kemudian sejak tahun 2014/15, katanya, beban tanggung jawab pengembang (developer) apartemen menjadi "hampir nol" terkait kualitas bangunan.
Dalam industri properti di Australia saat ini, pihak-pihak terkait dalam proses pembangunan seperti pengawas, katanya, banyak yang hanya mengandalkan dokumen dan pihak lain tanpa meninjau secara fisik lokasi bangunan.
Pengamat properti dari Deakin University Dr Nicole Johnston mengatakan, calon pembeli apartemen saat ini seringkali tidak punya cara untuk mengetahui adanya masalah struktural dengan bangunan apartemen mereka.
"Tidak masalah seberapa banyak pengujian yang dilakukan atas bangunan itu, kita tidak pernah tahu bahwa cacat bangunan ini akan muncul," katanya kepada ABC.
Dr Johnston menyusun laporan yang menemukan buruknya material anti bocor yang digunakan, kelongsong yang tidak aman, serta risiko kebakaran.
"Biaya yang diperlukan untuk perbaikan justru jauh lebih besar daripada jika hal itu dilakukan sejak awal," jelas Dr Johnston.
Menteri Perindustrian Australia Karen Andrews yang dimintai tanggapan menjelaskan bahwa pemerintah negara bagian bertanggung jawab menerapkan kode bangunan.
"Saya yakin ada krisis kepercayaan pada sektor bangunan yang perlu ditangani," katanya.
Namun Kepala Dewan Properti Australia, Ken Morrison, secara terpisah bersikukuh bahwa Australia memiliki standar bangunan terbaik di dunia.
"Pembeli harus meyakini bahwa sebagian besar permasalahan ini relatif kecil," katanya.
"Jenis insiden yang kita saksikan di media dalam beberapa bulan terakhir cukup langka terjadi," kata Morrison.
Dia menambahkan bahwa meskipun aturan di negara bagian berbeda-beda, masih ada solusi ketika pemilik menemukan bangunan apartemen mereka memiliki cacat.
"Jika ada cacat, maka menurut hukum pihak kontraktor harus kembali memperbaiki cacat itu atas biaya mereka sendiri. Sistem itu telah berjalan dengan baik," katanya.
Nilai properti menyusut
Seorang pemilik apartemen di Melbourne, Andy White, yang dihubungi menegaskan sistem yang disebut Ken Morrison itu tidak berlaku dalam kasus yang dialaminya.
Setelah terjadi kebakaran di salah satu apartemen di kompleksnya, penyidik menemukan bahwa bangunan itu ternyata menggunakan kelongsong yang mudah terbakar.
Kontraktor yang membangun apartemen ini mempailitkan diri pada Agustus 2018, sehingga para pemilik sendiri yang kini harus menanggung biaya perbaikan hingga 3 juta dolar.
White menjelaskan apartemen itu dibelinya seharga 320.000 namun saat ini harganya sudah jauh lebih rendah.
"Banyak orang frustrasi dan putus asa karena sekarang terjebak dengan properti yang nilainya hampir tidak berharga saat ini," katanya.
Dia menyesalkan betapa mudahnya pihak kontraktor melikuidasi perusahaan mereka jika menemukan diri harus bertanggung jawab untuk bangunan yang cacat.
"Saya mendesak pemerintah untuk turun tangan dan membuat UU sehingga pihak yang bertanggung jawab diwajibkan untuk memperbaikinya," katanya.
Simak berita lainnya dari ABC Indonesia.