Ahad 30 Jun 2019 04:09 WIB

Gelombang Panas Mematikan Terus Melanda Eropa

Gelombang panas telah merenggut dua nyawa di Spanyol.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Andri Saubani
Seorang anak mendinginkan diri di sebuah air mancur di Milan, Italia, Senin (24/6). Gelombang panas ekstrem mulai menerjang Eropa.
Foto: AP Photo/Antonio Calanni
Seorang anak mendinginkan diri di sebuah air mancur di Milan, Italia, Senin (24/6). Gelombang panas ekstrem mulai menerjang Eropa.

REPUBLIKA.CO.ID, ALMOROX -- Gelombang panas mematikan yang menyebar di Eropa terus memicu peningkatan suhu dan kebakaran. Si jago merah membakar 1.600 hektare lahan di Kota Almorox, Spanyol, disusul insiden sama di sebuah desa di Madrid.

Per Sabtu (29/6), gelombang panas telah merenggut dua nyawa di Spanyol, empat di Prancis, dan dua di Italia. Para korban termasuk pekerja panen berusia 17 tahun, tukang atap berusia 33 tahun, dan pria tunawisma berusia 72 tahun.

Ahli meteorologi memprediksi kondisi itu disebabkan semburan udara panas dari Afrika Utara di awal musim panas. Mereka memperkirakan panas bakal mereda pada Ahad (30/6). Para ilmuwan itu juga menyebut pemanasan global sebagai salah satu faktor.

Dinas cuaca nasional Jerman mengatakan, suhu pada Juni 2019 tercatat lebih tinggi empat derajat Celsius daripada periode referensi internasional antara 1981-2010. Panas yang menyengat menyebabkan kualitas udara menurun di beberapa kota.

Hal itu membuat sejumlah negara di Eropa mengambil langkah-langkah antipolusi. Pemerintah Prancis, misalnya, yang melarang penggunaan mobil dengan tingkat polusi tinggi di Kota Paris, Lyon dan Marseille, selama beberapa hari terakhir.

Sampai saat ini, pihak berwenang Prancis melaporkan 40 kasus kebakaran di seluruh negerinya. Api meratakan 600 hektare lahan dan puluhan rumah di wilayah selatan negara itu. Ini pertama kalinya suhu di Prancis mencapai 45,9 derajat Celsius.

 

Prancis menjadi negara Eropa ketujuh yang pernah mencapai suhu di atas 45 derajat, selain Bulgaria, Portugal, Italia, Spanyol, Yunani, dan Makedonia Utara. Pada Agustus 2003, gelombang panas menyebabkan 15 ribu orang meninggal dunia di sana.

Kondisi terkini mendorong dinas cuaca Meteo France mengeluarkan tingkat siaga tertinggi merah untuk pertama kalinya. Gelombang panas tidak hanya berdampak pada manusia, tetapi juga kondisi tanaman budidaya.

Para petani anggur di selatan Prancis mengeluhkan hasil panen buruk akibat terbakar gelombang panas. Mereka menyebut tanaman seolah dibakar menggunakan obor dan sebagian seperti terkena efek pengering rambut, dikutip dari laman AFP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement