Senin 01 Jul 2019 06:51 WIB

Perundingan Damai di Afghanistan Masuki Tahap Kritis

Kesepakatan mengakhiri perang di Afghanistan jatuh pada 1 September 2019.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ani Nursalikah
Tentara Afghanistan berjaga di Kabul, Afghanistan.
Foto: AP
Tentara Afghanistan berjaga di Kabul, Afghanistan.

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Putaran ketujuh sekaligus putaran terakhir perundingan perdamaian antara Amerika Serikat (AS) dan kelompok Taliban merupakan tahap yang kritis. Juru bicara Taliban Suhail Shaheen mengatakan, kedua pihak berupaya mencapai hasil nyata dan menyelesaikan perjanjian terkait penarikan lebih dari 20 ribu tentara AS dan NATO dari Afghanistan.

Perjanjian tersebut juga diharapkan dapat memberikan jaminan Afghanistan tidak akan lagi menampung para teroris untuk melakukan serangan di seluruh dunia. Dalam perjanjian juga ada kesepakatan tentag dialog intra-Afghanistan dan gencatan senjata permanen. 

Baca Juga

 

Pembicaraan mengenai upaya perdamaian tersebut dimulai pada Sabtu (29/6) dan diperkirakan berlanjut hingga pekan depan. Kedua belah pihak duduk bersama untuk bernegosiasi, setelah Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyatakan AS berharap kesepakatan mengakhiri perang di Afghanistan jatuh pada 1 September 2019.

"Memperoleh perjanjian perdamaian komprehensif dengan Taliban sebelum 1 September bukan merupakan keajaiban. Karena itu, aku pasti bisa membayangkan kesepakatan yang lebih terbatas pada 1 September pada penarikan pasukan AS, mengingat sudah ada banyak kemajuan dalam masalah ini," ujar Wakil Direktur Program Asia di Wilson's Center, Michael Kugelman, Ahad (30/6).

Hingga saat ini Taliban telah menolak pembicaraan langsung dengan pemerintah Afghanistan. Namun di sisi lain, Taliban mengadakan dua pertemuan terpisah dengan sejumlah tokoh terkemuka Afghanistan, termasuk mantan presiden Hamid Karzai yang merupakan mantan anggota aliansi utara yang berperang melawan Taliban selama lima tahun pemerintahannya.

Taliban menolak gencatan senjata hingga penarikan pasukan AS berakhir. Taliban mengancam memulai kembali pemberontakan jika AS mengingkari janjinya untuk menarik pasukan dari Afghanistan.

Sejumlah pengamat menyatakan, percepatan negosiasi perdamaian dengan Taliban dilakukan karena ada desakan dari Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani dan pemilihan preiden yang dijadwalkan pada 28 September 2019. Kugelman menyatakan pemilihan presiden dapat menghambat kesepakatan damai.

"Pemerintah AS mengakui pemilu dapat menimbulkan hambatan besar bagi pembicaraan damai, hal itu akan menjadi gangguan dan akan  mengintensifkan fraktur serta persaingan di lingkungan politik Afghanistan yang melemahkan prospek rekonsiliasi," kata Kugelman.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement