REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan (Korsel) berharap, momentun diplomatik dalam pertemuan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara (Korut) di Zona Demiliterisasi (DMZ) dapat menghidupkan kembali dialog dan keterlibatan antar-Korea. Juru bicara Kementerian Unifikasi Korsel, Lee Sang-min mengatakan, pertemuan Trump-Kim dapat memberikan harapan baru terkait negosiasi nuklir dan memberikan keuntungan bagi Seoul untuk menjaga kerja sama dengan Pyongyang.
Korut telah mengurangi kegiatan diplomatik dengan Korsel setelah pertemuan antara Trump dan Kim tidak mencapai kesepakatan pada Februari lalu. Korut melakukan uji coba rudal jarak pendek yang berpotens mengancam Korsel. Selain itu, Korut menuntut Seoul agar melepaskan diri dari Washington dan melanjutkan proyek ekonomi antar-Korea yang tertahan oleh sanksi AS.
"Hubungan antar-Korea telah mengalami jeda sejak pertemuan puncak Hanoi antara para pemimpin AS dan Korut, tetapi pemerintah (Seoul) terus bekerja mempertahankan momentum untuk dialog dan kerja sama antara Selatan dan Utara," ujar Lee, Senin (1/7).
"Diharapkan bahwa negosiasi nuklir antara Washington dan Pyongyang akan bangkit kembali, pemerintah akan memperkuat upayanya untuk menciptakan siklus yang baik antara hubungan antar-Korea, denuklirisasi dan hubungan Korut-AS," kata Lee menambahkan.
Kantor berita pemerintah Korut, Korean Centeral News Agency (KCNA) melaporkan, Trump dan Kim sepakat untuk memulai kembali perundingan nuklir. Presiden Korsel, Moon Jaee-in ikut menemani Trump untuk bertemu dengan Kim ke perbatasan. Namun, Moon tidak ikut berpartisipasi dalam pertemuan antara AS dan Korut. Kantor Kepresidenan Korsel menolak berkomentar apakah Seoul berperan dalam mengatur pertemuan antara Kim dan Trump di DMZ.
Sebelumnya, pada tahun lalu Moon mengadakan tiga pertemuan puncak dengan Kim. Selain itu, Korsel juga memainkan peran penting dalam menengahi pertemuan pertama antara Kim dan Trump pada Juni tahun lalu di Singapura. Seorang analis di IHS Markit mengatakan, negosiasi tidak mungkin menghasilkan konsesi substansial pada senjata Korut, maupun sanksi AS.
"Jika Korut setuju untuk memperpanjang moratorium yang diberlakukan atas pengujian rudal balistik antarbenua ke rudal lain, seperti misil jarak pendek baru yang diuji pada Mei, AS kemungkinan akan mendukung upaya Korsel untuk memperluas pertukaran sosial dan ekonomi, atau bahkan menawarkan bantuan kemanusiaan setelah panen yang buruk di Korut," kata Evans dalam sebuah laporan.