REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina mengutuk keras aksi protes di Hong Kong yang menyerbu dan merusak gedung Dewan Legislatif. Dalam editorialnya, surat kabar Partai Komunis Cina menyatakan bahwa para demonstran telah menunjukkan kesombongan mereka, dan tidak peduli terhadap aturan hukum.
"Penyerang kejam ini dalam kesombongan mereka tidak mengindahkan hukum Hong Kong, tidak diragukan lagi membangkitkan kemarahan dan kesedihan semua orang di kota Hong Kong," kata editorial surat kabar tersebut, Selasa (2/7).
Media pemerintah Cina menyiarkan cuplikan rekaman polisi Hong Kong yang sedang mensterilkan jalan-jalan dari para pengunjuk rasa pada Selasa pagi. Polisi berupaya membuka kembali jalan-jalan agar kegiatan bisnis dapat berlangsung. Sebagian kantor pemerintah masih tutup, dan kantor Dewan Legislatif sementara akan ditutup selama dua pekan ke depan.
Beijing berusaha meredam berita aksi protes yang bertepatan dengan perayaan ke-22 penyerahan Hong Kong dari Inggris ke pemerintah Cina. Bahkan, Cina berupaya memblokir maupun menghapus berita-berita yang berkaitan dengan aksi protes di Hong Kong. Mereka khawatir demonstrasi besar tersebut dapat menginspirasi aksi serupa di Cina daratan. Saluran beritan asing hanya tersedia di hotel-hotel mewah, dan beberapa apartemen mewah di Cina.
Surat kabar pemerintah di Cina menyerukan tidak ada toleransi terhadap aksi protes Hong Kong yang berujung anarkis. "Karena kesombongan dan kemarahan yang membabi buta, para pengunjuk rasa menunjukkan ketidakpedulian sepenuhnya terhadap hukum dan ketertiban," tulis Global Times, yang diterbitkan oleh People's Daily People dalam sebuah editorial.
Di sisi lain, aksi protes tersebut menjadi sebuah ajang diskusi yang ramai di media sosial Cina. Pengguna Weibo mengutarakan pendapatnya terhadap aksi demo di Hong Kong. Adapun, Weibo merupakan aplikasi media sosial di Cina yang mirip dengan Twitter.
"(Aksi protes) Hong Kong menunjukkan bahwa Cina tidak dapat mengikuti sistem politik Barat. Terlalu mudah untuk dimanipulasi dan menimbulkan kekacauan," tulis seorang pengguna Weibo.
Tokoh oposisi veteran Joshua Wong mengatakan, kerusakan pada kantor Dewan Legislatif telah menuai kritik dari beberapa sektor di pusat keuangan Asia. Menurutnya, partisipasi massa dalam aksi demonstrasi selama beberapa pekan sebelumnya menunjukkan ada gelombang untuk menuntut pertanggungjawaban dari Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam.
“Saya mengerti orang-orang di Hong Kong dan di seluruh dunia mungkin tidak seratus persen setuju atau tidak setuju pada semua perilaku pengunjuk rasa, tetapi semua permintaan telah diabaikan. Jadi, apakah ada jalan keluar? Lam tidak lagi mampu sebagai pemimpin dan harus mengundurkan diri," kata Wong.
Sementara itu, Ketua Partai Rakyat Baru Cina, Regina Ip mengatakan, aksi protes tersebut akan membuat malu Hong Kong. Menurutnya, dalam jangka panjang aksi demo itu akan berdampak pada iklim bisnis Hong Kong.
"Saya percaya berbagai konsekuensi negatif kerusakan dalam perekonomian dan kemakmuran kita akan segera muncul," ujar Ip.
Demonstrasi yang terjadi selama berminggu-minggu di Hong Kong mencerminkan adanya peningkatan rasa frustasi masyarakat terhadap pemerintahan Lam, yang dinilai tidak menanggapi tuntutan mereka. Aksi protes dipicu oleh upaya pemerintah mengubah undang-undang ekstradisi, sehingga pelaku tindak kriminal dapat dikirim ke Cina untuk diadili.
Lam telah menangguhkan rancangan undang-undang (RUU) tersebut tanpa batas, tetapi dia tidak setuju untuk menghapusnya. RUU ekstradisi telah meningkatkan kekhawatiran akan mengikis kebebasan Hong Kong. Para pengunjuk rasa meminta pemerintah menarik RUU tersebut, dan Lam mengundurkan diri dari jabatannya.
Lam, yang mendapat kecaman pedas menggelar konferensi pers sebelum fajar didampingi pejabat keamanan pada Selasa di markas polisi. Lam mencatat bahwa terjadi dua protes yang berbeda pada Senin (1/7) lalu, yakni aksi demo yang teratur dan mencerminkan inklusif Hong Kong, serta aksi lainnya yang menggunakan vandalisme dan kekerasan.
"Ini adalah sesuatu yang harus kita kutuk dengan serius," ujar Lam.
Lam membantah tuntutan para pengunjuk rasa bahwa pemerintah tidak mendengarkan mereka. Lam mengatakan, pemerintah telah menunda RUU tanpa batas waktu untuk melakukan peninjauan kembali.
Sementara, untuk tuntutan lainnya, Lam berjanji akan melepaskan demonstran yang ditahan tanpa melalui tahap investigasi. Kontroversi RUU ekstradisi telah memberikan momentum baru bagi gerakan oposisi pro-demokrasi Hong Kong, serta membangkitkan kekhawatiran yang lebih luas bahwa Cina mengabaikan hak-hak yang dijamin untuk Hong Kong selama 50 tahun di bawah kerangka "satu negara, dua sistem".
Presiden Dewan Legislatif Hong Kong Andrew Leung mengatakan, aksi kekerasan yang terjadi pada Senin malam telah merusak nilai-nilai internasional Hong Kong. Dia mengatakan, polisi sedang mengumpulkan bukti-bukti untuk mencari pelaku yang merusak gedung Dewan Legislatif.
"Saya percaya banyak orang Hong Kong akan berbagi perasaan yang sama dengan saya bahwa kami sedih dengan apa yang terjadi semalam. Demi kepentingan terbaik Hong Kong, saya berharap kita semua dapat menemukan jalan ke depan secara profesional," kata Leung.