REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Polisi perbatasan China secara diam-diam memasang aplikasi pengintaian di ponsel setiap pelancong dan mengunduh informasi pribadi. Hal ini sebagai bagian dari pengawasan intensif pemerintah terhadap wilayah Xinjiang.
Pemerintah China membatasi gerak penduduk Muslim di wilayah Xinjiang. Pemerintah memasang kamera pengenal wajah di jalan-jalan dan masjid.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh The Guardian dan mitra internasional, ditemukan turis menjadi sasaran pengintaian oleh pihak berwenang China, terutama pendatang yang melewati perbatasan dari Kyrgyzstan. Penjaga perbatasan secara diam-diam memasang aplikasi yang dapat mengambil data email, kontak, pesang singkat, dan informasi lainnya.
Investigasi The Guardian bersama dengan Suddeutsche Zeitung dan New York Times menemukan ponsel orang-orang yang melintasi perbatasan Irkeshtam secara rutin diperiksa oleh penjaga perbatasan. Edin Omanovic dari grup kampanye Privacy International menyatakan, penemuan investigasi ini sangat mengkhawatirkan.
"Ini sangat mengkhawatirkan, (ini terjadi) di negara di mana mengunduh aplikasi atau artikel berita yang salah dapat mendaratkan Anda ke kamp penahanan," ujar Omanovic dilansir The Guardian, Rabu (3/7).
Sekitar 100 juta orang mengunjungi wilayah Xinjiang setiap tahun, termasuk wisatawan domestik dan asing. Irkeshtam merupakan perbatasan yang terletak di wilayah paling barat China, dan banyak digunakan oleh para pedagang serta turis. Perbatasan ini sudah digunakan sejak era perdagangan Jalur Sutra.
Ketika berada di Irkeshtam, para pendatang diminta membuka kunci dan menyerahkan ponsel mereka serta perangkat lainnya seperti kamera kepada penjaga. Kemudian, penjaga membawa perangkat elektronik tersebut ke ruang terpisah untuk dipasang sebuah aplikasi.
Dalam sebagian besar kasus, aplikasi yang dipasang penjaga perbatasan dihapus sebelum ponsel dikembalikan. Namun, beberapa pendatang menemukan aplikasi tersebut masih terpasang di ponsel mereka.
The Guardian berbicara kepada seorang pendatang yang menyeberangi perbatasan ke Xinjiang. Dia merasa terganggu melihat ada aplikasi lain yang diinstal pada ponselnya. Dia mengatakan telah diminta menyerahkan teleponnya di pos pemeriksaan, yang kemudian dibawa ke ruang terpisah.
Selain itu, para pendatang juga diminta membuka kunci ponsel dan menyerahkannya kepada petugas dan menunggu sekitar satu jam hingga ponsel mereka dikembalikan. Agen perjalanan internasional dan pusat informasi wisatawan di Kirgistan telah memberitahu wisatawan ketika di perbatasan, ponsel mereka akan diperiksa.
"Kami pikir itu adalah pelacak GPS. Ada pos pemeriksaan lain sekitar dua jam perjalanan, dan saya berpikir mungkin mereka telah mengunduh informasi dan menganalisisnya selama kami bepergian. Kemudian mungkin mereka (akan) mengirim orang kembali ketika kami berada di tempat (pemeriksaan) lain," ujar seorang turis yang enggan disebutkan namanya.
Turis tersebut mengatakan, di pos pemeriksaan kedua penjaga tidak memeriksa ponsel. Selain itu, petugas juga tidak akan memeriksa ponsel wisatawan yang datang dari China.
"Kita sudah tahu penduduk Xinjiang, khususnya Muslim menjadi sasaran pengawasan sepanjang waktu dan multidimensi di wilayah tersebut. Temuan itu menunjukkan orang asing dapat menjadi sasaran pengintaian dan melanggar hukum," ujar peneliti senior di Human Rights Watch, Maya Wang.
Penggunaan aplikasi ini terungkap setelah para pelancong membawa ponsel mereka ke wartawan di Jerman. Hasil analisis perangkat lunak itu oleh Guardian, Süddeutsche Zeitung, Ruhr-University Bochum dan perusahaan keamanan siber Jerman Cure53 menyatakan, aplikasi itu dirancang untuk mengunggah informasi seperti email ke server di kantor perbatasan. Hingga berita ini diturunkan pihak berwenang China tidak dapat dihubungi untuk dimintai tanggapan.