REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah Cina mengecam aksi kekerasan yang dilakukan demonstran di Hong Kong. Cina secara tegas memberikan dukungan terhadap kepemimpinan Carrie Lam untuk menangani kasus tersebut sesuai hukum.
Negeri Tirai Bambu menyebut protes di Hong Kong adalah tantangan terbuka bagi cara kepemimpinan Cina. Serangan kekerasan adalah tindakan ilegal serius yang menginjak-injak supremasi hukum dan membahayakan tatanan sosial. "Kami mengutuknya dengan keras," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Geng Shuang, Selasa (2/7).
Geng pun kembali menyatakan penolakan intervensi negara asing dalam krisis Hong Kong. Ia menyebut, insiden di wilayah tersebut murni urusan negaranya.
Pernyataan Geng persis seperti editorial yang diterbitkan surat kabar Partai Komunis Cina, Global Times. Dalam editorial itu, ia menyebut demonstran yang memaksa masuk ke gedung Dewan Legislatif Hong Kong pada Senin (1/7) lalu memperlihatkan kesombongan dan tidak memedulikan aturan hukum.
Tokoh oposisi di Hong Kong, Joshua Wong, mengatakan, aksi penerobosan ke gedung Dewan Legislatif telah menuai kritik dari beberapa sektor di pusat keuangan Asia. Namun, dia menilai partisipasi massa dalam demonstrasi yang telah berlangsung selama beberapa pekan menunjukkan ada gelombang dukungan, yakni menuntut pertanggungjawaban lebih banyak dari kepemimpinan Hong Kong, Carrie Lam.
"Saya mengerti orang-orang di Hong Kong dan di seluruh dunia mungkin tidak 100 persen setuju atau tidak setuju dengan semua perilaku pengunjuk rasa. Namun, semua permintaan telah diabaikan. Jadi, apakah ada jalan keluar?" ujar Wong.
Menurut dia, Lam memang tak mampu lagi memimpin Hong Kong dan harus mengundurkan diri. Karena Lam dipilih oleh komite yang disetujui Cina, Wong berpendapat bahwa dia bergantung pada kelanjutan dukungan dari Beijing.
Demonstrasi yang berlanjut di Hong Kong masih menyuarakan penentangan terhadap rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi. RUU tersebut jika disahkan akan menjadi landasan hukum bagi otoritas Hong Kong untuk mendeportasi pelaku kejahatan atau kriminalitas ke Cina daratan. Lam belum secara tegas menyatakan kelanjutan RUU ekstradisi.
Pada 1 Juli 1997, Cina dan Inggris menandatangani deklarasi bersama yang mengatur penyerahan Hong Kong. Namun, Cina telah mengumumkan bahwa deklarasi bersama, yang meletakkan cetak biru tentang cara Hong Kong akan diperintah setelah kembali pada Cina, merupakan dokumen sejarah yang tak lagi memiliki makna praktis.
Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt kembali bersuara. Ia memperingatkan Cina agar menghormati deklarasi bersama tentang Hong Kong. Menurut dia, akan ada konsekuensi serius jika Beijing mengabaikan deklarasi tersebut.
Inggris menandatangani perjanjian hukum yang mengikat secara internasional pada 1984 yang mengabadikan (prinsip) satu negara dua sistem aturan, mengabadikan kebebasan dasar rakyat Hong Kong. "Kami berdiri tepat di belakang perjanjian itu, tepat di belakang rakyat Hong Kong," ujar Hunt pada Selasa (2/7). Ia juga mendesak otoritas di sana tidak mengambil tindakan represif terhadap pendemo.
Massa pengunjuk rasa penentang rancangan undang-undang ekstradiksi berhasil masuk ke dalam gedung legislatif Hong Kong, Senin (1/7).
Suara juga datang dari Presiden Taiwan Tsai Ing-wen yang mendesak Pemerintah Hong Kong merespons tuntutan warganya untuk menarik RUU ekstradisi ke Cina. Hingga kini Cina tetap menganggap Taiwan sebagai provinsinya yang membangkang.
"Saya khawatir akan ada konfrontasi yang lebih buruk di depan jika tuntutan masyarakat tetap tidak tertangani," kata Tsai pada Selasa seperti dilaporkan media yang dikelola Pemerintah Hong Kong, Central News Agency.
Uni Eropa (UE) juga menyerukan penyelenggaraan dialog untuk menyelesaikan krisis Hong Kong. Menurut UE, aksi yang dilakukan sejumlah demonstran merangsek gedung Dewan Legislatif secara paksa tak mewakili massa secara keseluruhan. Menurut mereka, sebagian besar massa justru menunjukkan unjuk rasa tetap berlangsung damai.
"Menyusul insiden terbaru ini adalah lebih penting untuk menahan diri, menghindari respons yang meningkat, dan terlibat dalam dialog maupun konsultasi guna menemukan jalan ke depan," kata UE dalam sebuah pernyataan, Senin (1/7). (kamran dikarma/reuters/ap ed:yeyen rostiyani)