Rabu 03 Jul 2019 21:42 WIB

Banyak Warga Malaysia Minta Visa Perlindungan di Australia

Warga Malaysia sejak 1997 bisa membuat visa ke Australia secara elektronik

Red:
abc news
abc news

Pihak berwenang di bandara Australia menolak rata-rata 20 warga Malaysia setiap minggunya, di tengah meningkatnya warga dari negara itu yang datang untuk mendapatkan visa perlindungan. Mereka pada umumnya berdalih sebagai pengungsi untuk bisa tinggal lebih lama di Australia.

Menurut aturan, warga Malaysia bisa mengajukan permintaan visa untuk berkunjung ke Australia secara elektronik dan setibanya di sini mengajukan visa perlindungan.

Dalam beberapa kasus setelah kasusnya mereka ditolak, warga Malaysia masih bisa mengajukan banding, dan ketika kasusnya dalam masa banding mereka tetap bisa tinggal dan bekerja di Australia.

Antara bulan Juli 2017 sampai bulan Februari 2019, sebanyak 1.779 warga Malaysia telah dibatalkan visanya sebelum dideportasi, angka itu berarti lebih dari 20 orang per minggu.

Angka ini merupakan sepertiga dari keseluruhan visa yang dibatalkan, meski turis Malaysia ke Australia hanya sekitar 5 persen dari keseluruhan turis asing yang datang.

Menteri Urusan Multikultur Australia yang baru Jason Wood yang berbicara sebelum menduduki jabatannya mengatakan para turis dari Malaysia ini tampaknya sengaja memanfaatkan aturan yang ada untuk bisa bertahan di sini.

"Ini adalah usaha penipuan karena visa perlindungan memiliki hak untuk bekerja di Australia sampai kasus mereka dirampungkan penyelidikannya," kata Wood di depan sidang dengar pendapat Parlemen Australia.

Sampai akhir tahun 2018, sekitar 10 ribu pemegang visa elektronik telah melanggar masa berlaku visa mereka, dan 75 persen berasal dari Malaysia.

Pihak berwenang sekarang menolak masuk ratusan warga Malaysia setiap tahunnya setibanya mereka di bandara Australia.

Warga Malaysia sejak tahun 1997 bisa mengajukan permintaan visa ke Australia secara elektronik yang dikenal dengan nama "electronic travel authority".

Peningkatan turis yang kemudian mengajukan visa perlindungan di Australia sudah pernah terjadi sebelumnya, misalnya di saat krisis ekonomi Asia di akhir tahun 1990-an, namun belakangan terjadi peningkatan tajam.

Di tahun 2014-2015, ada 1.400 pengajuan visa perlidungan yang diajukan oleh warga Malaysia ketika mereka sudah berada di Australia.

Tahun 2016, angka itu meningkat menjadi 3.500, dan meningkat ke 8.600 d tahun 2016-2017.

Tahun lalu angkanya meningkat menjadi 9.300 orang.

Banyak di antara mereka kemudian mengajukan banding ketika permohonan visa perlindungan mereka ditolak.

Dengan itu mereka masih bisa bekerja penuh, ketika kasusnya berada di tingkat banding, dan biasanya berlangsung selama dua tahun atau lebih.

Untuk menangani berbagai kasus banding itu, pemerintah harus mengeluarkan dana $AUD 50 juta (sekitar Rp 500 miliar) selama tiiga tahun terakhir.

Komite Parlemen yang menangani masalah ini telah merekomendasikan agar mereka yang mengajukan visa perlindungan harus segera ditangani, dan dibatasi usahanya untuk mengajukan banding.

Pemerintah belum lagi memberikan jawaban atas rekomendasi tersebut.

Reaksi Pemerintah Malaysia

Sementara itu menanggapi hal ini Wakil Menteri Luar Negeri Malaysia Marzuki Yahya mengatakan bahwa warga Malaysia yang mengajukan visa perlindungan dan menyebut diri sebagai pengungsi demi bisa tinggal lebih lama saja.

Dalam rapat di parlemen hari Selasa (2/7/2019), Marzuki Yahya membantah bahwa warga Malaysia itu telah mendapatkan perlakuan buruk di Malaysia, karena negeri itu tidak pernah menindas warganya atas dasar agama, ras ataupun pandangan politik.

"Tindakan yang dilakukan warga Malaysia ketika mengajukan visa perlindungan di Australia dengan alasan bahwa jiwa mereka terancam bila mereka tetap tinggal di Malaysia, hanya merupakan alasan agar mereka bisa lebih lama tinggal di sana," kata Yahya.

Menurut Yahya, dari bulan Juli 2018 sampai bulan April 2019, Tribunal Banding Administrasi Australia (AAT) telah menerima banding 4.973 kasus yang diajukan warga Malayasia.

"Mereka mengajukan berbagai alasan termasuk keluarga yang stress, diskriminasi agama dan ras, serta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)," kata Menteri Yahya.

Menurut dia, sebagian warga Malaysia yang ke Australia sebenarnya tertarik untuk bekerja karena gaji yang lebih tinggi, serta biaya mengajukan visa perlindungan yang berlaku lima tahun hanya sekitar Rp 340 ribu.

"Sistem pendidikan kelas dunia yang dimiliki Australia juga membuat warga kita ingin pindah ke sana dan tinggal lebih lama," ujarnya.

Simak berita-berita ABC Indonesia lainnya di sini

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement