Rabu 03 Jul 2019 14:16 WIB

Cina Peringatkan Demonstrasi Bisa Guncang Ekonomi Hong Kong

Cina menuding demonstrasi dapat merusak reputasi Hong Kong.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
 Massa pengunjuk rasa penentang rancangan undang-undang ekstradiksi berhasil masuk ke dalam gedung legislatif Hong Kong, Senin (1/7).
Foto: AP/Kin Cheung
Massa pengunjuk rasa penentang rancangan undang-undang ekstradiksi berhasil masuk ke dalam gedung legislatif Hong Kong, Senin (1/7).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Surat kabar terkemuka di Cina, People’s Daily, memperingatkan tentang guncangan ekonomi yang dapat ditimbulkan akibat gelombang demonstrasi di Hong Kong. Ia menilai, serangkaian insiden dalam beberapa hari terakhir dapat merusak reputasi wilayah tersebut sebagai pusat bisnis internasional.

Dalam tajuk rencananya pada Rabu (3/7), People’s Daily menyebut, perbedaan atau ketidaksepakatan memang biasa timbul dalam penanganan masalah-masalah tertentu. “Tapi jika kita jatuh ke pusaran ‘politisasi berlebih’ dan secara artifisial menciptakan perpecahan dan pertentangan, itu tidak hanya tidak memiliki tujuan, tapi juga akan sangat menghambat ekonomi dan pembangunan sosial,” katanya.

Baca Juga

People’s Daily mengatakan aturan hukum bukan berarti sejumlah kecil “ekstremis” harus diizinkan melakukan kejahatan kekerasan yang akan merusak reputasi Hong Kong sebagai kota bisnis internasional. Ia memperingatkan bahwa Hong Kong telah berada di bawah tekanan akibat perubahan ekonomi global dan meningkatnya persaingan. Oleh sebab itu, People’s Daily menilai Hong Kong tidak mampu menahan guncangan dan gesekan internal.

China Daily, surat kabar berbahasa Inggris yang biasa digunakan Pemerintah Cina untuk menyebarkan pandangan dan pesannya ke seluruh dunia, turut mengecam gelombang demonstrasi di Hong Kong. Kecaman itu ditujukan kepada pihak asing yang dianggap melakukan agitasi terhadap massa.

“Apa yang juga terkenal adalah kemunafikan beberapa pemerintah Barat, Amerika Serikat (AS) dan Inggris yang paling menonjol, yang menyerukan penghentian kekerasan, seolah-olah mereka tidak ada hubungannya dengan hal itu,” kata China Daily dalam editorialnya pada Rabu.

China Daily menuding AS dan Inggris telah terlibat dalam mendorong aksi demonstrasi Hong Kong sejak awal. Kendati demikian, ia tak menguraikan secara terperinci tentang klaimnya tersebut.

Pada Senin lalu, China mendesak Inggris berhenti mengintervensi urusan domestik Hong Kong yang notabene bekas wilayah jajahannya. Beijing menyatakan Inggris tak lagi memiliki tanggung jawab atas Hong Kong.

“Kami mendesak Inggris untuk mengetahui tempatnya dan berhenti mencampuri segala bentuk masalah Hong Kong serta berbuat lebih banyak untuk kemakmuran dan stabilitas daripada sebaliknya,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang.

Namun, Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt tak mengacuhkan seruan itu. Dia memperingatkan Cina agar menghormati deklarasi bersama tentang Hong Kong. Menurut dia, akan ada konsekuensi serius jika Beijing mengabaikan deklarasi tersebut.

“Inggris menandatangani perjanjian hukum yang mengikat secara internasional pada 1984 yang mengabadikan (prinsip) ‘satu negara dua sistem aturan’, mengabadikan kebebasan dasar rakyat Hong Kong dan kami berdiri tepat di belakang perjanjian itu, tepat di belakang rakyat Hong Kong,” ujar Hunt pada Selasa (2/7).

Pada 1 Juli 1997, Cina dan Inggris menandatangani deklarasi bersama yang mengatur tentang penyerahan Hong Kong. Namun, Cina telah mengumumkan bahwa deklarasi bersama, yang meletakkan cetak biru tentang bagaimana Hong Kong akan diperintah setelah kembali ke tangannya, adalah dokumen sejarah yang tak lagi memiliki makna praktis. Namun Hunt, pada Ahad lalu menyatakan deklarasi itu tetap berlaku dan merupakan perjanjian sah secara hukum yang dijunjung tinggi komitmennya. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement