Selasa 09 Jul 2019 08:24 WIB

TNI Tanggapi Dingin Pembentukan Tentara West Papua

Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak menanggapi serius Tentara West Papua.

Red:
abc news
abc news

Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak menanggapi serius kabar terbentuknya Tentara West Papua yang dikomandoi oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) pimpinan Benny Wenda. TNI menilai kemampuan dan kekuatan mereka diragukan.

Indonesia remehkan Tentara West Papua:

  • TNI sebut kekuatan Tentara West Papua tidak signifikan
  • TNI berdalih kedaulatan NKRI dari Sabang sampai Merauke diakui negara seluruh dunia dan PBB
  • Tentara West Papua diklaim berada di bawah komando ULMWP

 

Seperti diberitakan ABC News hari Rabu (3/7/2019), ULMWP mengklaim terjadinya kesepakatan pembentukan Tentara West Papua dari tiga kelompok separatis bersenjata. Kesepakatan ini ditandai dengan Deklarasi Perbatasan Vanimo.

Deklarasi itu ditandatangani pada 1 Mei 2019, bertepatan dengan momentum 56 tahun Papua menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 1963.

Ketiga kelompok pro kemerdekaan Papua Barat yang meleburkan diri jadi Tentara West Papua adalah Tentara Revolusi West Papua (TRWP), Tentara Nasional Papua Barat (TNPB) dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

Manuver ini diklaim telah mempersatukan sayap politik, intelijen dan militer menjadi satu kelompok diplomatik yang akan mendorong kampanye kemerdekaan Papua ke depan dan mereka siap mengambil alih Papua.

Namun pihak TNI mengecilkan klaim ini. Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi mengatakan manuver itu tidak akan mempengaruhi kondisi keamanan di Papua secara keseluruhan.

"Bagi kita TNI dan NKRI, tidak ada pengaruhnya itu. Kami tidak akan tanggapi serius. Mereka tidak akan berani berhadapan secara langsung dengan TNI," kata Kolonel Aidi kepada wartawan ABC Indonesia, Iffah Nur Arifah di Jakarta.

 

Kolonel Aidi menambahkan meski ketiga kelompok separatis itu bergabung, kekuatan mereka tetap diragukan.

"Jelas dari faktor jumlah personel, persenjataan dan amunisi yang mereka miliki sangat terbatas. Itu pun sebagian berasal dari hasil rapasan terhadap aparat keamanan yang lengah. Begitu juga dari faktor keterampilan dan lain sebagainya," tambah Aidi.

"Keunggulannya mereka hanya bergerak secara gerilya, dan menyerang secara hit and run. Bila dikejar kemungkinan mereka menyembunyikan senjata dan membaur dengan masyarakat di kampung," tambahnya.

Dia mengatakan tingkat pengamanan di Papua juga tidak akan berubah karena manuver ini.

"Mereka bisanya hanya menyerang dari belakang menunggu kelengahan TNI atau menyerang warga sipil, memperkosa guru dan tenaga kesehatan," katanya.

"Tapi begitu aparat bergerak, mereka akan langsung teriak seolah-olah sangat teraniaya dan seolah-olah TNI/Polri melakukan kejahatan kemanusiaan. Apa yang dilakukaan Benny Wenda itu tindakan pengecut," tegas Kolonel Aidi.

Dia menanggapi santai klaim Benny Wenda, bahwa dengan terbentuknya Tentara West Papua ini maka mereka telah sah menjadi negara kesatuan militer dan politik dalam penantian.

"Tidak usah mimpi di siang harilah. Saya tidak bermaksud menggurui Benny Wenda. Tapi perlu diketahui bersama kalau pembentukan suatu negara itu tidak cukup dengan klaim sepihak. Tapi perlu unsur pendukung meliputi wilayah, rakyat dan pengakuan internasional," jelasnya.

"Faktanya kedaulatan NKRI dari Sabang sampai Merauke sudah diakui oleh negara di seluruh dunia dan sudah dapat legalitas oleh badan dunia tertinggi PBB melalui Resolusi PBB 2504. Dan resolusi itu sampai saat ini masih berlaku dan belum pernah dikoreksi apalagi dicabut. Dan itu adalah kekuatan hukum tertinggi di dunia," tegasnya.

 

Tidak solid dan terdesak

Sementara itu pengamat masalah Papua mencurigai pembentukan Tentara West Papua ini sebagai klaim sepihak dari Benny Wenda yang diragukan kekuatannya dalam mendukung kampanye prokemerdekaan.

Ketua Tim Kajian Papua pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Adriana Elizabeth menjelaskan hal ini sepertinya hanya aksi sepihak.

"Saya kebetulan sedang di Papua dan belum mendengar apapun dari sumber saya mengenai manuver ini," katanya kepada ABC.

"Bagaimana pun Benny Wenda sebagai ketua ULMWP harus berkoordinasi dengan faksi-faksi lain, karena di Papua kelompoknya banyak dan agenda politik mereka berbeda-beda," tambahnya.

"Jadi kalau klaim sepihak begini, belum tentu yang lain setuju. Jadi saya kira klaimnya kurang solid," ujar Adriana.

Dia menambahkan dirinya juga mencurigai manuver ini hanya bagian dari aksi kelompok ULMWP untuk menggunakan momentum 1 Mei lalu.

Hal ini, kata Adriana, terlihat pendekatan yang digunakan dengan menggabungkan diri bersama kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat yang dipimpin Egianus Kogoya.

Kelompok Kogoya ini menyerang situs konstruksi pada bulan Desember dan menewaskan 31 orang.

Menurut Adriana, dengan bergabung bersama kelompok itu, akan menjadi kontra produktif bagi perjuangan ULMWP yang selama ini menempuh cara-cara politik dan diplomatik untuk mencapai kemerdekaan Papua.

"Apa yang dilakukan kelompok Egianus Kogoya itu jelas menyalahi konsensus ULMWP yang sejak dideklarasikan menekankan pesan bahwa perjuangan yang mau dilakukan tidak dengan cara kekerasan lagi," katanya.

"Tapi kalau 3 kelompok ini bergabung apakah ini bagian dari strategi ULMWP untuk mengurangi aksi-aksi kekerasan atau sebaliknya? Tapi kalau itu mengatasnamakan Benny Wenda sendiri, saya khawatir yang lain tidak setuju. Karena di Papua kelompoknya banyak dan agenda politik mereka berbeda," tambahnya.

Pendapat senada diungkapkan Prof. Muradi, ketua penelitian politik dan keamanan dari Universitas Padjajaran Bandung, Jawa Barat.

"Ada dua kemungkinan. Gerakan mereka memang sudah solid atau sebaliknya sudah terdesak. Saya meyakini mereka bersatu karena terdesak," katanya.

"Sebab kalau solid, itu akan terlihat dari langkah perlawanan mereka. Tapi dalam dua tahun terakhir tidak terlihat karakteristik gerakan mereka kuat," ujar Prof Muradi.

"Perlawanan mereka masih sporadis berupa penyanderaan di Nduga. Kalau mereka kuat harusnya mampu mempertahankan wilayah otonomi mereka. Sebaliknya TNI justru beberapa waktu belakangan berhasil menguasai sejumlah markas mereka," jelasnya.

Prof Muradi mengatakan dari karakter kelompok separatis di Papua, tampaknya akan sulit menyatukan seluruh faksi dalam organisasi yang kini melebur menjadi Tentara West Papua di bawah komando ULMWP.

Ikuti berita menarik lainnya dari situs ABC Indonesia di sini.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement