Jumat 05 Jul 2019 08:45 WIB

Polisi Hong Kong Mulai Tangkapi Demonstran

Polisi pun memperingatkan bahwa jumlah orang yang ditahan mungkin akan bertambah.

Pengunjuk rasa Hong Kong memasang bendera kolonial dan merusak logo Hong Kong di ruang utama gedung legislatif di Hong Kong, Senin (1/7).
Foto: AP Photo/Kin Cheung
Pengunjuk rasa Hong Kong memasang bendera kolonial dan merusak logo Hong Kong di ruang utama gedung legislatif di Hong Kong, Senin (1/7).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Polisi Hong Kong mengumumkan penahanan 12 orang pengunjuk rasa, Rabu (3/7), dan jumlahnya diperkirakan akan bertambah. Penahanan ini melahirkan kekhawatiran bahwa kondisi akan memburuk.

Laman the Guardian menyebutkan, mereka yang ditahan paling tua berusia antara 31 dan termuda berusia 14 tahun. "Saya amat khawatir bahwa penahanan pengunjuk rasa secara besar-besaran dapat memicu sentimen negatif di kalangan anak muda," kata anggota Dewan Legislatif, Claudia Mo, Kamis (4/7).

"Kondisinya bisa memburuk," katanya menambahkan. Mo pun menyerukan agar seluruh pihak memahami rasa frustrasi dan kemarahan kaum muda, bahkan jika mereka dinilai melanggar hukum.

Polisi mengumumkan telah menahan 12 orang yang mencoba mengganggu upacara peringatan 22 tahun penyerahan Hong Kong kembali ke tangan Cina pada Senin (1/7). Mereka dikenai tuduhan kepemilikan senjata, berkumpul tanpa izin, menyerang petugas, mengganggu petugas, dan tidak membawa kartu identitas.

Seorang lagi ditahan karena dituding terlibat dalam penyerbuan ke gedung parlemen pada malam harinya. Orang tersebut dikenai tuduhan menyerang polisi, melakukan perusakan, melanggar aturan di tempat umum, dan masuk gedung parlemen secara paksa.

Polisi pun memperingatkan bahwa jumlah orang yang ditahan mungkin akan bertambah, terlebih dengan kerusakan yang parah di gedung parlemen. Akibat kerusakan tersebut, parlemen tidak dapat bersidang dalam waktu tiga bulan ke depan.

Menurut anggota parlemen yang pro demokrasi, Helena Wong, sistem antikebakaran dan sistem pemungutan suara elektronik perlu diperbaiki. Ia juga mengatakan, hard disc komputer telah dicopot dari ruang kendali keamanan berikut daftar nama, foto, dan jabatan orang-orang yang memiliki akses resmi untuk masuk ke gedung Dewan Legislatif.

Kaum muda Hong Kong menggelar unjuk rasa terkait rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi. Jika RUU tersebut diloloskan parlemen Hong Kong, pelaku kriminal dapat dikirim ke Cina untuk diadili. Hal ini menimbulkan kekhawatiran karena kaum muda Hong Kong menilai hukum di Cina tak menjamin hak asasi manusia (HAM).

photo
Pengunjuk rasa memasuki dan berkumpul di ruang pertemuan Dewan Legislatif di Hong Kong, Senin (1/7).

Perang opini

Perang opini masih berlanjut antara Cina dan Inggris. Surat kabar Pemerintah Cina, China Daily, menyalahkan ideologi Barat atas krisis yang terjadi di Hong Kong.

Para ideolog di pemerintahan Barat tidak pernah berhenti dalam upaya mereka merekayasa keresahan terhadap pemerintah yang tidak sesuai dengan keinginan mereka meski pun tindakan mereka telah menyebabkan kesengsaraan dan kekacauan di negara demi negara di Amerika Latin, Afrika, Timur Tengah, dan Asia, kata China Daily dalam tajuk rencananya pada Kamis.

China Daily mengklaim hal itu pun tengah diterapkan oleh Barat di Hong Kong. Sekarang mereka mencoba trik yang sama di Cina, tulisnya tanpa menyebut negara yang dimaksud Cina.

Sebelumnya, komentar dan kritik dilancarkan Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt perihal krisis yang terjadi di Hong Kong. Komentar Hunt yang disorot Beijing tentang deklarasi bersama yang ditandatangani Cina dan Inggris pada 1997.

Hunt memperingatkan agar Cina mematuhi deklarasi tersebut karena telah mengatur perihal prinsip satu negara dua sistem dan kebebasan dasar rakyat Hong Kong. Cina kemudian mengirim keluhan diplomatik kepada Inggris atas komentar Hunt.

"Saya ingin bertanya kepada Hunt, selama era kolonial Inggris di Hong Kong, apakah ada demokrasi untuk dibicarakan? Warga Hong Kong bahkan tidak memiliki hak untuk protes," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Geng Shuang, pada Rabu.

Geng mengklaim bahwa setelah kembali ke Cina, warga Hong Kong baru mendapatkan hal tersebut, yakni kebebasan dan demokrasi. Terlebih, kata dia, tanggung jawab Inggris terhadap Hong Kong di bawah deklarasi bersama telah berakhir.

Pada Kamis, Hunt kembali membantah tuduhan bahwa dirinya mendukung aksi protes kekerasan di Hong Kong. "Biarkan saya menjelaskan apa yang saya katakan. Saya mengatakan bahwa saya mengecam, dan kami sebagai Inggris mengecam semua kekerasan dan orang yang mendukung demonstran pro-demokrasi akan sangat kecewa dengan adegan yang mereka lihat," kata Hunt. (ap/reuters/kamran dikarma ed: yeyen rostiyani)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement