Jumat 05 Jul 2019 13:46 WIB

Angkatan Laut Inggris Tahan Kapal Tanker Iran

Eropa melarang pengiriman minyak ke Suriah sejak 2011.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Kapal tanker di perairan internasional. Ilustrasi
Foto: .
Kapal tanker di perairan internasional. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, GIBRALTAR – Angkatan Laut Kerajaan Inggris menahan kapal tanker milik Iran, Grace 1, saat melintasi wilayah perairan Gibraltar, Kamis (4/7). Kapal tersebut diadang karena diduga berusaha mengirim pasokan minyak ke Suriah.

Menurut otoritas Gibraltar, minyak yang diangkut Grace 1 akan dibawa ke kilang Baniya di Suriah. “Kilang itu adalah milik entitas yang dikenai sanksi Uni Eropa terhadap Suriah. Dengan persetujuan saya, agen pelabuhan dan penegak hukum kami meminta bantuan dari Marinir Kerajaan (Inggris) dalam melakukan operasi ini,” kata Kepala Menteri Gibraltar Fabian Picardo.

Baca Juga

Data pengiriman yang sempat ditinjau Reuters menunjukkan bahwa Grace 1 membawa minyak Iran yang dimuat di lepas pantai negara tersebut. Meskipun, dokumen-dokumen memperlihatkan bahwa minyak itu berasal dari Irak.

Eropa telah melarang pengiriman minyak ke Suriah sejak 2011, yakni tak lama setelah pecahnya perang sipil di negara tersebut. Kendati demikian, ia tak pernah menahan atau menyita kapal tanker yang dicurigai melakukan pelayaran ke sana sebelumnya. Berbeda dengan Amerika Serikat (AS), Eropa tak memiliki sanksi luas terhadap Iran.  

Iran pun telah merespons penahanan Grace 1 oleh Marinir Kerajaan Inggris. Teheran telah memanggil duta besar Inggris di negaranya untuk menyuarakan keberatannya yang sangat kuat. Penyitaan Grace 1 dianggap ilegal dan tak dapat diterima.

Sementara itu, penasihat keamanan nasional AS John Bolton memuji langkah yang diambil pasukan Inggris. Menurutnya, kabar penahanan Grace 1 merupakan berita bagus. “Amerika dan sekutu kita akan terus mencegah rezim di Teheran dan Damaskus mengambil untung dari perdagangan ilegal ini,” ujar Bolton.

AS memang sedang menekan Iran dengan sanksi ekonomi berlapis. Tujuannya, agar Iran bersedia merundingkan kembali perjanjian nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

AS diketahui telah hengkang dari kesepakatan tersebut pada Mei tahun lalu. Namun meski ditekan dengan sanksi, Iran enggan mematuhi tuntutan AS. Sebaliknya, Teheran justru menangguhkan sebagian komitmennya dalam JCPOA, salah satunya terkait pengayaan uranium. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement