REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Serikat mahasiswa dari dua universitas Hong Kong, pada Jumat (5/7) mengatakan bahwa mereka telah menolak undangan dari pemimpin kota Carrie Lam untuk pembicaraan tentang kerusuhan demonstasi yang terjadi baru-baru ini. Sebelumnya, Hong Kong dilanda demonstrasi untuk memprotes amandemen undang-undang ekstradisi yang memungkinkan kriminal dikirim ke China.
Undangan itu mengikuti janji Lam yang ingin lebih mendengarkan suara-suara orang muda. Para pemimpin mahasiswa mengatakan pada konferensi pers bahwa mereka tidak berpikir Lam bersikap tulus. Kantornya mengundang mereka ke pertemuan tertutup, tetapi para siswa mengatakan setiap pertemuan harus terbuka dan mencakup perwakilan yang lebih luas.
Anak muda telah memimpin dalam memprotes undang-undang ekstradisi. Hal tersebut dilihat banyak orang sebagai ancaman terhadap hak-hak yang dijamin ke Hong Kong di bawah kerangka satu negara dua sistem.
Lam, yang ditunjuk sebagai pemimpin Hong Kong oleh sebuah komite yang didominasi oleh elit pro-Beijing, menangguhkan amandemen undang-undang ekstradisi tanpa batas waktu. Penangguhan dilakukan setelah pawai besar-besaran terjadi pada 9 Juni, kemudian terdapat protes 12 Juni yang memblokir akses ke Dewan legislatif dan jalan-jalan terdekat.
Demonstrasi terus berlanjut, dengan para pemrotes menuntut penarikan resmi rancangan undang-undang dan pengunduran diri Lam. Selain itu, mereka juga menginginkan pembebasan puluhan orang yang ditangkap setelah protes, dan penyelidikan independen terhadap tindakan keras polisi pada protes 12 Juni yang menggunakan gas air mata dan peluru karet.