REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- PBB menyerukan agar semua pengungsi dan imigran di pusat penahanan imigran di Libya segera dibebaskan. Seruan ini diumumkan setelah pusat penahanan Tajoura dihantam serangan udara pada 2 Juli lalu.
Organisasi Internasional untuk Imigran (IOM) mengonfirmasi ada 53 orang termasuk enam orang anak-anak yang terbunuh dalam serangan tersebut. Sebanyak 130 orang juga terluka dalam pengeboman yang terjadi pada Selasa (2/7) lalu itu.
Korbannya hampir mencapai sepertiga total penghuni tahanan yang diisi 600 imigran dan pengungsi. Para pengungsi dan imigran berasal dari 17 negara yang sebagian besar dari Afrika.
Juru bicara IOM Joel Millman mengatakan masih 350 orang yang berada di pusat penahanan. "Sekitar 180, sedikit-banyak orang di pusat penahanan Tajoura, sudah terdaftar untuk dievakuasi dengan menggunakan pApril lalu Pasukan Nasional Libya (LNA) yang dipimpin Khalifa Haftar meluncurkan serangan ke pemerintahan yang didukung PBB. LNA melancarakan serangan ke Tripoli, markas pemerintahan sah.
Tidak ada yang mengaku siapa yang telah melancarkan serangan udara ke pusat penahanan Tajoura. Tapi juru bicara Badan Pengungsi PBB Charlie Yaxley mengatakan kedua belah pihak tahu di mana para pengungsi ditahan.
"Kami ulangi sekali lagi koordinat pusat penahanan di Tripoli diketahui kedua belah pihak yang berkonflik dan ini tragedi yang dapat dihindari yang harusnya tidak pernah terjadi," kata Yaxley.
Ia mengatakan saat ini dibutuhkan perubahan mendasar. Menurutnya status quo tidak bisa dilanjutkan. Hal itu melibatkan pembebasan semua tahanan di pusat penahanan di Libya.
Pusat penampungan itu rumah bagi imigran yang ingin pindah ke Eropa. Berapa orang mulai melakukan perjalanan mereka hanya untuk dicegat di laut dan kembali ke Libya di mana mereka tidak memiliki teman atau kerabat untuk membantu mereka.