REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Seorang penasihat utama pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, Ali Akbar Velayati, mengatakan Iran siap memperkaya uranium di luar level yang ditentukan perjanjian nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) dengan tenggat waktu Ahad (7/7).
"Amerika secara langsung dan Eropa secara tidak langsung melanggar kesepakatan," kata Velayati melalui pesan video.
Eropa dalam perjanjian itu belum menawarkan cara bagi Iran untuk menghindari sanksi ekonomi yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Semua ini terjadi saat Amerika telah mengirim ribuan tentara, kapal induk, pengebom B-52 berkemampuan nuklir, dan jet tempur canggih ke Timur Tengah.
Serangan kapal tanker minyak di dekat Selat Hormuz dan Iran yang menembaki pesawat tak berawak militer AS telah meningkatkan kekhawatiran konflik yang lebih luas. Dalam video tersebut, yang tersedia di situs untuk Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, Velayati mengatakan peningkatan pengayaan ke tingkat senjata disetujui dengan suara bulat oleh setiap komponen pembentukan.
"Kami akan menunjukkan reaksi secara eksponensial sebanyak mereka melanggarnya. Kami mengurangi komitmen kami sebanyak yang mengurangi itu. Jika mereka kembali memenuhi komitmen mereka, kami akan melakukannya juga," kata Velayati.
Di bawah kesepakatan atom, Iran setuju memperkaya uranium tidak lebih dari 3,67 persen, jauh di bawah level tingkat senjata 90 persen. Iran membantah sedang membuat senjata nuklir, tetapi kesepakatan nuklir berusaha mencegah hal itu dengan membatasi pengayaan dan persediaan uranium Iran hingga 300 kilogram (661 pound).
"Ini akan menjadi langkah sangat mengkhawatirkan yang secara substansial dapat mempersingkat waktu Iran untuk memproduksi bahan yang dibutuhkan untuk senjata nuklir," kata seorang rekan senior di Middlebury Institute of International Studies, James Marin Center for Nonproliferation Studies, Miles Pomper.
Masih belum jelas sampai level mana Iran akan memilih meningkatkan pengayaan uraniumnya. Namun, Velayati dalam sambutannya merujuk pada pengayaan lima persen.
"Untuk reaktor nuklir Bushehr, kami membutuhkan lima persen pengayaan dan itu adalah tujuan yang sepenuhnya damai," katanya.
Bushehr, satu-satunya pembangkit listrik tenaga nuklir Iran. Sekarang menggunakan bahan bakar impor dari Rusia yang dipantau secara ketat oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) PBB. Iran berhenti memproduksi uranium yang diperkaya di atas lima persen pada Januari 2014 di tengah negosiasi untuk kesepakatan nuklir.