Ahad 07 Jul 2019 20:20 WIB

Kelompok HAM Suriah: Kejahatan Perang Oleh Rusia di Idlib

Kejatan perang Rusia karena dituding menargetkan warga sipil Idlib.

Asap membumbung setelah serangan udara pasukan Suriah dan Rusia mengenai kota al-Habeet, selatan Idlib, Suriah, Ahad (19/5).
Foto: Syrian Civil Defense White Helmets via AP, File
Asap membumbung setelah serangan udara pasukan Suriah dan Rusia mengenai kota al-Habeet, selatan Idlib, Suriah, Ahad (19/5).

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS – The Syrian Network for Human Rights (SNHR) menyebut setidaknya 544 warga sipil Suriah meninggal dunia dan lebih dari 2.000 orang lainnya terluka akibat serangan militer Rusia. Jumlah itu tercatat sejak Moskow mulai menggempur Provinsi Idlib yang dikuasai pemberontak dua bulan lalu. 

Menurut SNHR, dari 544 warga sipil yang tewas, 130 di antaranya adalah anak-anak. Hal itu menjadi bukti bahwa Rusia dan Suriah memang melancarkan serangan tanpa pandang bulu.

Baca Juga

“Militer Rusia dan sekutu Suriahnya sengaja menargetkan warga sipil dengan sejumlah fasilitas medis yang dibom,” ungkap Ketua SNHR Fadel Abdul Ghany pada Sabtu (6/7).

Wakil Presiden the Union of Medical Care and Relief Organizations (UMCRO), Dr Khaula Sawah, mengatakan terdapat puluhan fasilitas medis di Idlib yang hancur akibat serangan udara. Akibatnya, ribuan warga di sana tak memiliki akses terhadap layanan kesehatan.

“Membom fasilitas medis ini dan mengeluarkan layanan dalam waktu kurang dari dua bulan bukanlah kecelakaan. Mari kita sebut ini apa adanya, kejahatan perang,” ujar Sawah. 

UMCRO merupakan lembaga bantuan asal AS yang menyediakan layanan kesehatan untuk warga Idlib dan sekitarnya. Selain fasilitas medis, serangan udara Rusia dan Suriah juga telah menyebabkan bangunan di Idlib porak-poranda. “Seluruh desa dan kota telah dikosongkan,” kata juru bicara Civil Defence yang berpusat di Idlib, Ahmad al Sheikho.

Menurut dia, serangkaian serangan udara selama dua bulan terakhir merupakan yang paling ganas. Pada Jumat (5/7), misalnya, helikopter Suriah menjatuhkan bom barel ke Desa Mhambil di Idlib barat. Sebanyak 15 orang, termasuk anak-anak, tewas dalam kejadian tersebut.

Bulan lalu, Human Rights Watch (HRW) mengatakan operasi militer gabungan Rusia-Suriah telah menggunakan amunisi tandan dan senjata pembakar. 

Mereka pun menjatuhkan senjata peledak besar dari udara ke wilayah-wilayah berpenduduk sipil dengan efek yang luas. Keterangan itu didapat HRW dari responden pertama dan saksi.

Namun laporan itu telah dibantah Moksow dan Damaskus. Mereka menyangkal tudingan bahwa pesawat-pesawat tempurnya melancarkan serangan tanpa pandang bulu dan membabi buta ke wilayah yang dihuni warga sipil. Rusia dan Suriah pun menolak klaim yang menyebut bahwa mereka menggunakan senjata pembakar.

Rusia dan Suriah menyatakan bahwa mereka berusaha menangkis serangan teror oleh anggota Alqaeda. Menurut Rusia, serangan tersebut telah menghantam daerah-daerah yang dikuasai Pemerintah Suriah. Oleh sebab itu, Alqaeda dituding melanggar kesepakatan gencatan senjata di Idlib yang disepakati Rusia dan Turki tahun lalu.

Pada April lalu, pesawat tempur Rusia dan Suriah melancarkan serangan besar-besaran ke beberapa titik di Provinsi Idlib yang dikuasai pemberontak. Hal itu kembali menempatkan Idlib dalam kemelut. Menurut PBB, setidaknya 300 ribu orang terpaksa meninggalkan rumahnya dengan alasan keamanan. Mereka mengungsi ke dekat perbatasan Turki.

Tahun lalu, Rusia dan Suriah memang telah berencana untuk merebut kembali Idlib dari tangan kelompok pemberontak dan teroris yang menguasai wilayah tersebut. Namun PBB segera mengingatkan kedua negara agar menghindari pertumpahan darah saat melaksanakan operasi militer. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement