Senin 08 Jul 2019 08:44 WIB

Cina Bantah Pisahkan Anak Muslim dari Orang Tuanya

Cina dinilai ingin menghapus akar kebudayaan dan agama Muslim Uighur.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Anak Muslim Uighur
Foto: EPA/Diego Azubel
Anak Muslim Uighur

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Duta Besar China untuk Inggris Liu Xiaoming membantah anak-anak Muslim di Xinjiang barat secara sistematis dipisahkan dari orang tua mereka. Sebuah laporan BBC menemukan ratusan anak-anak dari kelompok etnis minoritas Uighur dipisahkan dari kedua orang tuanya.

Mereka ditempatkan di di kamp atau di penjara. Pada saat yang sama, China telah meluncurkan kampanye besar-besaran membangun sekolah asrama untuk anak-anak Uighur.

Baca Juga

Para kritikus mengatakan itu adalah upaya mengisolasi anak-anak dari komunitas Muslim mereka. Namun, duta besar China Liu menolak ini.

"Tidak ada pemisahan anak-anak dari orang tua mereka. Tidak sama sekali. Jika Anda memiliki orang yang kehilangan anak-anak mereka, beri saya nama dan kami akan mencoba menemukan mereka," kata duta besar kepada BBC Andrew Marr Show pada Ahad, dilansir BBC, Senin (8/7).

Bukti yang dikumpulkan BBC menunjukkan di satu kota mandiri Xinjiang saja, lebih dari 400 anak telah kehilangan kedua orang tua mereka karena pengasingan. Pihak berwenang China mengklaim orang-orang Uighur dididik di pusat-pusat pelatihan kejuruan yang dirancang untuk memerangi ekstremisme.

Akan tetapi bukti menunjukkan banyak yang ditahan hanya karena mengekspresikan iman mereka, seperti shalat, mengenakan kerudung, atau karena memiliki koneksi luar negeri ke tempat-tempat seperti Turki. Lebih dari satu juta orang diperkirakan ditahan di dalam sistem. Setelah orang tua ditahan, penilaian formal kemudian dilakukan untuk menentukan apakah anak-anak membutuhkan perawatan terpusat.

Seorang pejabat setempat mengatakan kepada BBC anak-anak yang orang tuanya telah ditahan di kamp-kamp dikirim ke sekolah berasrama. "Kami menyediakan akomodasi, makanan, dan pakaian dan kami telah diberitahu oleh tingkat senior kami harus merawat mereka dengan baik," katanya.

Tetapi Adrian Zenz, yang melakukan penelitian yang ditugaskan oleh BBC, menyatakan sekolah asrama memberikan konteks yang ideal untuk rekayasa ulang budaya berkelanjutan bagi masyarakat minoritas. "Saya pikir bukti untuk secara sistematis memisahkan orang tua dan anak-anak adalah indikasi yang jelas pemerintah Xinjiang sedang berusaha membangkitkan generasi baru yang terputus dari akar asli, kepercayaan agama dan bahasa mereka sendiri," ungkap Zenz.

Belasan orang tua Uighur yang tinggal di Turki berbicara kepada BBC tentang keinginan mereka bersatu dengan anak-anak mereka yang hilang. "Saya tidak tahu siapa yang menjaga mereka, tidak ada kontak sama sekali," kata seorang ibu.

Ribuan orang Uighur telah pindah ke Turki untuk melakukan bisnis dan mengunjungi keluarga. Selain itu, mereka pindah untuk melepaskan diri dari batasan-batasan pengendalian di China, dan apa yang mereka sebut sebagai penindasan agama.

Banyak yang bertahan setelah China mulai menahan ratusan ribu warga Uighur selama tiga tahun terakhir. Namun, Liu menggambarkan orang tua yang berbicara kepada BBC sebagai orang antipemerintah.

"Anda tidak dapat mengharapkan kata yang baik (dari mereka) tentang pemerintah. Jika mereka ingin bersama anak-anak mereka, mereka bisa kembali," ucap Liu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement