Pelarangan yang dikeluarkan pada Jumat (05/07) ini menyusul terjadinya peristiwa pengeboman bunuh diri yang menewaskan dua orang dan melukai tujuh lainnya di ibu kota Tunis pada akhir Juni lalu.
Perdana Menteri Youssef Chahed menandatangani surat edaran pemerintah yang "melarang akses ke administrasi dan lembaga publik terhadap siapa pun dengan wajah tertutup," kata kantornya. Keputusan itu dibuat karena "alasan keamanan."
Dalang pengeboman meledakkan dirinya di pinggiran kota Tunis guna menghindari penangkapan, kata Kementerian Dalam Negeri. Namun laporan ini membantah bahwa pelaku sebenarnya adalah seorang lelaki yang mengenakan niqab untuk menyamarkan diri sebagaimana diklaim oleh para saksi.
Reaksi beragam
Pelarangan ini mendapatkan berbagai reaksi dari kalangan masyarakan di ibu kota Tunisia.
"Mereka berhak untuk melarang (niqab) mengingat peristiwa yang kita saksikan saat ini," kata Ilhem, seorang wanita Tunisia. "Tapi pada akhirnya, itu tetap menjadi kebebasan individu," tambahnya.
Perempuan lain yaitu Lina mempertanyakan "mengapa wanita yang harus berkorban setiap kali ada kebijakan keamanan yang harus diambil."
Liga Tunisia untuk Pertahanan Hak Asasi Manusia mendesak agar pelarangan ini hanya diberlakukan sementara.
"Kami mendukung kebebasan berpakaian (sesuka tiap individu), tetapi hari ini dengan situasi saat ini dan ancaman teroris di Tunisia dan di seluruh wilayah kami menemukan pembenaran bagi keputusan ini," kata presiden liga Jamel Msallem.
Namun dia mengatakan bahwa larangan itu harus dicabut segera setelah "situasi keamanan normal kembali di Tunisia."
Polisi diminta waspada
Sejak Februari 2014, polisi telah diinstruksikan untuk meningkatkan pengawasan terhadap pemakaian niqab yang menutupi seluruh kepala kecuali mata. Langkah ini diklaim sebagai bagian dari tindakan antiterorisme untuk mencegah penggunaan niqab sebagai penyamaran atau untuk melarikan diri.
Niqab dan bentuk pakaian Islami lainnya telah dilarang di Tunisia di bawah presiden sekuler Zine El Abidine Ben Ali dan Habib Bourguiba hingga 2011 ketika terjadi kudeta yang menggulingkan Ben Ali. Setelah itu pemakaian niqab kembali muncul ke publik.
Namun setelah serangan berdarah pada 2015 yang menargetkan pasukan keamanan dan wisatawan, ada seruan di Tunisia untuk kembali memberlakukan larangan tersebut.
ae/ap (AFP, Reuters, dpa)