Selasa 09 Jul 2019 07:03 WIB

Wabah Kolera di Yaman Memburuk

Save the Children melaporkan 440 ribu kasus kolera di Yaman pada 2019.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Seorang anak Yaman yang terkena wabah kolera dirawat di sumah sakit setempat di Sana'a, Yaman. Menurut laporan PBB tiga juta balita Yaman terancam malnutrisi akibat konflik berkepanjangan antara dua pihak yang masing-masing didukung Arab Saudi dan Iran.
Foto: Yahya Arhab/EPA
Seorang anak Yaman yang terkena wabah kolera dirawat di sumah sakit setempat di Sana'a, Yaman. Menurut laporan PBB tiga juta balita Yaman terancam malnutrisi akibat konflik berkepanjangan antara dua pihak yang masing-masing didukung Arab Saudi dan Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Ratusan ribu anak-anak di Yaman terinfeksi penyakit kolera dalam semester pertama 2019. Jumlah korban meninggal dunia akibat kolera diperkirakan meningkat ketika musim hujan dimulai.

Badan amal Save the Children melaporkan terdapat 440 ribu kasus kolera yang terjadi di Yaman pada 2019. Sementara data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa hampir setengah atau sekitar 203 ribu kasus kolera menyerang anak-anak, dan sejauh ini ada 193 kematian. Jumlah tersebut meningkat sembilan kali lebih banyak dibandingkan akhir Juni 2018. 

Baca Juga

Tingkat kematian akibat penyakit kolera telah meningkat dua kali lipat di Yaman. Hal itu disebabkan oleh konflik yang telah menghancurkan infrastruktur air bersih dan sanitasi yang diperlukan untuk mencegah penyebaran penyakit kolera. Bakteri yang terkontaminasi dalam air dapat menyebabkan muntah, diare, dan kematian akibat dehidrasi. 

"Wabah penyakit kini marak karena jatuhnya sistem kesehatan dan sistem sanitasi yang lemah dan populasi yang semakin rentan oleh pemindahan paksa dan gizi buruk," ujar Country Director Save the Children, Tamer Kirolos dilansir The Independent, Senin (8/7). 

Save the Children meminta upaya bantuan menjelang musim hujan di Yaman, untuk mencegah semakin tingginya angka kematian anak akibat kolera. "Jumlah kasus yang diduga relatif stabil selama beberapa minggu, tetapi penyakit ini endemik dan kami takut akan lonjakan yang tajam karena hujan dan banjir," kata Kirolos. 

Layanan kesehatan di Yaman mengalami keterbatasan dan berada di bawah tekanan. Hanya separuh rumah sakit dan klinik kesehatan yang masih beroperasi di negara itu. Sementara yang lainnya telah ditutup.

Konflik di Yaman menyebabkan sekitar 9,2 juta anak-anak tidak memiliki akses air bersih. Ketersediaan bahan bakar yang terbatas membatasi pemompaan saluran pembuangan, pengumpulan sampah, dan membuat sebagian besar wilayah Yaman menjadi tempat berkembang biaknya penyakit menular seperti kolera. 

Selain itu, anak-anak yang kekurangan gizi kemungkinan tiga kali lipat lebih banyak meninggal dunia akibat infeksi kolera. Selain itu, kekurangan gizi juga merupakan penyumbang angka kematian anak terbesar di Yaman. Kelompok bantuan kemanusiaan telah mendistribusikan suplemen rehidrasi serta pemurnian air dan fasilitas medis. 

"Selama konflik berkecamuk, sistem air bersih rusak dan pendanaan bantuan di Yaman masih terlalu rendah, yang bisa kita lakukan adalah mencoba dan menjaga anak-anak sebanyak mungkin hidup," kata Kirolos.

Save the Children menyerukan kepada Inggris untuk terus menggunakan kekuatannya di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terutama untuk menakan semua pihak dalam mengimplementasikan Deklarasi Stockholm dengan itikad baik. Deklarasi Stockholm adalah sebuah deklarasi yang dilakukan dalam konferensi Lingkungan Manusia yang diadakan PBB pada 1972. Deklarasi itu juga disebut sebagai Deklarasi PBB terhadap Lingkungan Manusia dan diikuti oleh negara anggota PBB saat itu. Konferensi  ini diadakan di kota Stockholm, Swedia, dan menghasilkan 7 poin utama mengenai pelestarian dan peningkatan lingkungan manusia.

Para dokter sebelumnya telah memperingatkan bahwa, pemerintah Inggris dan Amerika Serikat (AS) memiliki penting dalam menyebarkan kolera. Mereka memasok senjata dan dukungan kepada koalisi yang dipimpin Saudi, yang menargetkan kelompok pemberontak Houthi. Veto Presiden AS Donald Trump atas resolusi kongres untuk mengakhiri bantuan militer bagi perang di Yaman hanya akan membuat lebih banyak penderitaan dan kematian. 

Kolera menyebar di seluruh Yaman pada akhir 2016 hingga 2018. Pada akhir tahun lalu, wabah kolera sempat menurun, namun kembali meningkat di 2019. Vaksin kolera pertama di Yaman di wilayah selatan ditunda hingga Mei 2018 dan di utara ditunda sampai Agustus 2018. Penundaan itu akibat adanya pemblokiran oleh kelompok Houthi.

Menteri Kesehatan di Yaman selatan, Ali al-Walidi dan juru bicara Kementerian Kesehatan yang dikelola Houthi di utara, Youssef al-Hadri menyangkal ada penundaan untuk mendapatkan vaksin kolera ke negara tersebut. Al-Hadri mengatakan, klaim bawa Houthi memblokir pengiriman vaksin ke Yaman adalah palsu dan tidak benar. 

"Ini semua tidak berdasar, dan saya menantang lembaga (bantuan kemanusiaan) untuk mengatakan ini secara resmi," ujar Al-Hadri.

Direktur Timur Tengah untuk UNICEF, Geert Cappelaere tidak menyalahkan kelompok mana pun karena menghentikan pengiriman vaksin pada 2017. Menurutnya, vaksin bisa masuk ke Yaman dan telah menjangkau orang-orang yang perlu divaksinasi.

"Yang penting adalah bahwa vaksin yang perlu masuk akhirnya masuk dan telah menjangkau orang-orang yang perlu divaksinasi. Apakah ini sederhana dan mudah? Benar-benar tidak. Setiap pengiriman telah bermasalah untuk masuk karena waktu persetujuan yang panjang dan karena skeptisisme di antara pihak berwenang tentang vaksin kolera," ujar Cappelaere.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement