Rabu 10 Jul 2019 08:29 WIB

Carrie Lam Sebut RUU Ekstradisi "Sudah Mati", Aktivis Tetap Akan Gelar Aksi

RUU Ekstradisi itu memungkinkan warga Hong Kong dikirim ke Cina daratan untuk diadili

Rep: deutsche-welle/ Red:
Pengunjuk rasa Hong Kong bergerak mundur saat ditekan polisi dalam protes menentang RUU ekstradisi di Hong Kong, Ahad (77).
Foto: AP Photo/Andy Wong
Pengunjuk rasa Hong Kong bergerak mundur saat ditekan polisi dalam protes menentang RUU ekstradisi di Hong Kong, Ahad (77).

Pemimpin administrasi Hongkong, Carrie Lam hari Selasa (9/7) mengatakan Rancangan Undang-Undang Ekstradisi yang memicu protes besar-besaran di kota itu "sudah mati" dan menjadi "kegagalan total." Namun para aktivis menyatakan akan tetap melaksanakan aksi protes sampai RUU itu resmi dibatalkan.

RUU yang kontroversial itu memungkinkan warga Hong Kong dikirim ke Cina daratan untuk diadili. Setelah serangkaian aksi protes massal diiringi bentrokan keras dengan parat keamanan, pembahasan RUU itu di parlemen Hong Kong ditangguhkan. Namun aksi protes terus berlanjut.

Carrie Lam mengakui; "saat ini masih ada keraguan tentang ketulusan pemerintah atau kekhawatiran, apakah pemerintah akan memulai kembali proses dengan Dewan Legislatif. "Jadi saya tegaskan di sini, tidak ada rencana seperti itu. RUU itu sudah mati," tandasnya.

Aktivis teuntut RUU dibatalkan secara resmi

Namun pernyataan Carrie Lam gagal menenangkan para pengunjuk rasa, yang menuntut agar RUU itu dibatalkan sepenuhnya dan Carrie Lam mengundurkan diri.

"Kami tidak dapat menemukan kata 'mati' di salah satu pasal hukum di Hong Kong atau dalam proses hukum di Dewan Legislatif," kata pemimpin protes Jimmy Sham dan Bonnie Leung dalam pernyataan mereka yang dirilis dalam bahasa Inggris dan Kanton.

Bonnie Leung selanjutnya mengatakan, rincian tentang kelanjutan aksi protes massal akan dipublikasikan pada waktu kemudian. Aktivis Joshua Wong, yang baru-baru ini dilepaskan dari penjara terkait perannya dalam gerakan Umbrella 2014, mengecam Carrie Lam di Twitter sebagai pembohong.

RUU itu "masih ada dalam agenda sampai Juli tahun depan," kata Wong.

Protes berlanjut

Para pengunjuk rasa mengatakan, UU Ekstradisi yang direncanakan akan mengekspos warga Hong Kong ke sistem peradilan Cina daratan, menjadikan mereka tidak akan memperoleh pengadilan yang adil. Mereka juga khawatir RUU itu merupakan bagian dari kampanye Beijing untuk melemahkan status otonomi kota itu dengan prinsip "satu negara dua sistem".

Hong Kong yang bekas koloni Inggris, dikembalikan oleh pemerintah di London kepada Cina tahun 1997, berdasarkan perjanjian serah terima yang menjamin kebebasan politik dan kebebasan berpendapat bagi warga Hong kong selama 50 tahun.

Pada hari Minggu (7/7), ratusan ribu orang kembali menggelar aksi di sekitar stasiun kereta api yang menghubungkan Hong Kong ke Cina daratan. Setelah unjuk rasa berlangsung damai sepanjang hari, bentrokan terjadi antara polisi dan sekelompok demonstran pada malam harinya.

hp/as (rtr, afp)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement