REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- Area gedung parlemen Nigeria ditutup pada Selasa (9/7) waktu setempat. Penutupan ini terjadi usai bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa dari kelompok Syiah. Bahkan, sempat terjadi insiden penembakan di area lokasi tersebut.
Pihak kepolisian setempat mengungkapkan, dua orang petugas mengalami luka tembakan di bagian kaki. Sementara itu, enam orang petugas lainnya juga mengalami luka ringan akibat lemparan tongkat dan batu dari arah kelompok pengunjuk rasa.
Perwakilan kelompok pengunjuk rasa sekaligus anggota Islamic Movements of Nigeria (IMN) Abdullahi Muhammad Musa menyatakan, dua orang pengunjuk rasa meninggal dunia akibat tembakan polisi. Menurut Musa, para demonstran hanya melakukan aksi damai untuk bisa memasuki area gedung parlemen.
Insiden yang terjadi pada Selasa (9/7) ini berujung pada penahanan 40 orang demonstran.
Beberapa saksi mengungkapkan, kepolisian sempat menyemprotkan gas air mata ke arah massa demonstran untuk menenangkan mereka. "(Pihak kepolisian) menggunakan perlawanan minimal untuk membubarkan pengunjuk rasa yang tidak taat aturan," demikian pernyatan kepolisian Nigeria, dilansir Reuters, Rabu (10/7).
IMN merupakan kelompok minoritas Syiah di Nigeria. IMN melakukan aksi unjuk rasa untuk menuntut pembebasan Ibrahim Zakzaky, pimpinan mereka yang telah ditahan sejak 2015 lalu.
Sebelumnya, Zakzaky merupakan ulama Syiah yang cukup vokal di Nigeria. Ia mulai menyebarkan propaganda Syiah di Nigeria sejak 1979 dan lantas ikut mendirikan IMN.
Zakzaky tercatat pernah ditahan beberapa kali atas tuduhan pembangkangan sejak 1980-an hingga 1990-an. Setelah itu, Zakzaky tetap dipandang beroposisi terhadap otoritas Nigeria.
Pada Desember 2015, aparat keamanan berupaya menangkap Zakzaky di kediamannya. Upaya ini menyebabkan Zakzaky mengalami luka yang cukup serius dan ratusan pengikutnya terbunuh.
Sejak saat itu, Zakzaky menjadi tahanan negara dan hingga saat ini pembebasan Zakzaky masih ditunda.