Rabu 10 Jul 2019 19:19 WIB

Iran Sambut Niat Prancis Mediasi Pembicaraan dengan AS

AS keluar dari kesepakan nuklir Iran yang ditandatangani pada 2015.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Foto menunjukkan bagian atas dari fasilitas nuklir reaktor air berat Arak, 250 kilometer barat daya ibu kota Teheran, Iran.
Foto: Mehdi Marizad/Fars News Agency via AP
Foto menunjukkan bagian atas dari fasilitas nuklir reaktor air berat Arak, 250 kilometer barat daya ibu kota Teheran, Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi mengatakan, Iran menyambut keinginan mediasi Prancis untuk mengurangi ketegangan antara Iran dan Amerika serikat (AS). Hal itu juga menandakan seruan Eropa untuk mematuhi komitmen di bawah perjanjian nuklir 2015 atau dikenal dengan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

"Teheran akan menyambut segala upaya yang dilakukan dengan niat baik untuk mengurangi ketegangan dan meningkatan diplomasi," ujar Mousavi kepada kantor berita resmi IRNA yang dilansir Anadolu Agency, Rabu (10/7).

Baca Juga

Prancis sebagai salah satu penandatangan JCPOA, menurut Mousavi memiliki upaya diplomatik yaitu komitmen untuk menyelamatkan kesepakatan. Ia mengatakan, tidak ada negosiasi baru yang diusulkan mengenai kembalinya AS pada kesepakatan itu selama pembicaraan Presiden Prancis Emmanuel Macron dengan Presiden Iran Hassan Rouhani. "Iran belum menerima saran resmi," katanya.

Dia mengatakan, pembicaraan saat ini difokuskan pada implementasi kesepakatan nuklir, dan memenuhi kewajiban Perancis, Inggris, Jerman, serta Rusia dan China. Utusan Prancis Emmanuel Bonne berada di Teheran dalam upaya lain dalam meyakinkan Iran agar kembali mematuhi perjanjian penting 2015 ketika IAEA mengadakan pertemuan darurat di Wina tentang program nuklir Iran.

Ketegangan telah meningkat antara AS dan Iran sejak Mei 2018, ketika Washington secara sepihak menarik diri dari kesepakatan itu. AS sejak itu memulai kampanye diplomatik dan ekonomi untuk menekan Iran agar menegosiasikan kembali perjanjian, serta kegiatan Iran lainnya yang dianggap Washington sebagai "destabilisasi." Sebagai bagian dari kebijakannya, AS telah memberlakukan kembali sanksi terhadap ekspor minyak mentah Iran, yang telah merobohkan perekonomian Iran.

Eropa pun sudah mendesak Iran kembali mematuhi JCPOA sebab Iran bersikeras melakukan pengayaan uranium hingga melampaui natas yang ditetapkan di JCPOA. "Iran telah menyatakan ingin tetap berada dalam JCPOA. Oleh karenanya, ia harus bertindak sesuai dengan membalikkan pengayaan uraniumnya, dan kembali patuh pada JCPOA penuh tanpa penundaan," ujar menteri luar negeri Iggris, Prancis, Jerman, dan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa dalam sebuah pernyataam bersama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement