REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyatakan pihaknya telah menghentikan dukungan untuk proyek online Twitter @IranDisinfo yang bertujuan memerangi disinformasi Iran, Rabu (10/7). Ini setelah akun tersebut menyampaikan twit kritik keras terhadap pekerja hak asasi manusia, akademisi dan jurnalis, beberapa diantaranya adalah warga AS.
Kepala Global Engagement Center (GEC) Lea Gabrielle mengatakan pada sidang kongres, pendanaan untuk kontraktor luar yang mengelola feed Twitter @IranDisinfo telah dihilangkan. Pendanaan telah ditangguhkan bulan lalu sambil menunggu peninjauan kembali dari twit tersebut.
Gabrielle mengatakan kepada Subkomite House Appropriations peninjauan tersebut menentukan twit tersebut melanggar ketentuan perjanjian Departemen Luar Negeri dengan kontraktor. "Maksudnya adalah untuk mengungkap disinformasi Iran," katanya.
Dia menambahkan twit tidak dalam konteks yang dimaksudkan, mereka dianggap berada di luar ruang lingkup perjanjian. "Kami sejak itu mengakhiri perjanjian kami dengan pelaksana itu. Tidak pernah ada niat dari Global Engagement Center untuk meminta siapa pun twit di warga AS," ucapnya.
Dia tidak mengatakan secara pasti kapan perjanjian itu dibatalkan atau berapa banyak uang yang diterima kontraktor. Ketika pendanaannya ditangguhkan pada Juni, akun yang berumur satu tahun itu memiliki audiensi kurang dari 2.000 pengikut. Beberapa dari pengikut itu merupakan penentang dari perjanjian nuklir Iran 2015.
Penangguhan tersebut terjadi setelah beberapa orang yang ditargetkan oleh @IranDisinfo menyatakan mendapat gangguan oleh akun yang terkait dengan pemerintah AS. Mereka dianggap menjadi sasaran karena mengkritik atau mempertanyakan sikap garis keras pemerintahan Presiden AS Donald Trump terhadap Iran.
Seorang komentator Iran-Amerika yang juga menjadi target, Negar Mortazavi menyatakan diantara mereka yang dikritik oleh twit yang sekarang dihapus adalah seorang peneliti untuk Human Rights Watch, kolumnis Washington Post, seorang wartawan BBC, dan seorang profesor di Georgetown University.
"Ini adalah berita bagus untuk demokrasi dan supremasi hukum tetapi itu tidak cukup," kata Mortazavi, Rabu.
Dia mengatakan proyek lain yang dijalankan oleh kontraktor yang sama juga harus ditinjau untuk memastikan kepatuhan mereka dengan standar. Adapun GEC diciptakan oleh Kongres untuk menjalankan upaya online untuk memerangi ekstremisme. Portofolio itu kemudian diperluas untuk mencakup memerangi propaganda pemerintah asing, terutama dari Rusia, setelah upaya Rusia untuk ikut campur dalam pemilihan presiden 2016, sebagian dengan menggunakan media sosial.