REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak Myanmar segera mengambil tindakan terhadap status kewarganegaraan etnis Rohingya. Berbicara pada sesi ke-41 Dewan HAM PBB, Wakil Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, Kate Gilmore mengatakan, pemerintah Myanmar harus menyediakan lingkungan yang diperlukan untuk kembalinya pengungsi Rohingnya.
"Kondisi yang kondusif untuk pengembalian pengungsi belum ada dan implementasi program-program di bawah Nota Kesepahaman sangat dibatasi," ujar Gilmore, dilansir Anadolu Agency, Kamis (11/7).
Gilmore mengatakan lebih dari 730 ribu orang pengungsi Rohingya hidup dalam kondisi kemanusiaan yang memprihatinkan di Bangladesh. Sementara, sekitar 126 ribu pengungsi internal Rohingnya yang tinggal di Rakhine juga membutuhkan perhatian yang sama.
Gilmore mendesak pemerintah Myanmar memastikan kejahatan berat yang telah dilakukan terhadap Rohingya diselidiki dengan baik, transparan, dan tidak memihak. Menurut Gilmore, mereka harus bertanggung jawab atas kejahatan tersebut sesuai dengan aturan hukum.
"Pemerintah Myanmar harus mengambil langkah-langkah mendesak untuk membalikkan situasi ini, dan untuk menetapkan status kewarganegaraan Rohingya. Mereka harus membangun proses yang kredibel untuk pengakuan status kewarganegaraan mereka, dan kondisinya yang kondusif untuk kembalinya semua pengungsi ke tempat asal mereka sesuai dengan hukum internasional," kata Gilmore.
PBB menggambarkan, Rohingya merupakan etnis yang paling teraniaya di dunia. Mereka menghadapi ketakutan yang meningkat sejak serangan kekerasan komunal pada 2012.
Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya yang sebagian besar merupakan wanita dan anak-anak telah melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh. Myanmar melancarkan penumpasan terhadap komunitas Muslim pada Agustus 2017, dan menambah jumlah warga Rohingya yang dianiaya mencapai lebih dari 1,1 juta orang.