Kamis 11 Jul 2019 15:51 WIB

Iklan Akomodasi Daring Telan Korban Mahasiswa di Australia

Modus penipuan ini sering melibatkan pengiriman uang ke luar negeri.

Red:
abc news
abc news

Kasus penipuan sebesar 1.520 dolar atau sekitar 14,9 juta rupiah menimpa seorang mahasiswa dari Jepang bernama Shaun yang baru tiba di Melbourne pada Juni 2019. Sejak ketibaannya, mahasiswa berusia 29 tahun tersebut tinggal di sebuah losmen di pusat kota, tepatnya di jalan Elizabeth Street.

Shaun kini tengah mengambil sertifikat 4 EAL atau program belajar Bahasa Inggris di Universitas RMIT. Ketika sedang mencari apartemen lewat internet, ia menemukan sebuah situs web yang menampilkan foto sebuah unit apartemen, yang menurut keterangan, terletak di 339 Swanston Street, pusat kota Melbourne.

 

Karena belum familiar dengan kota ini, Shaun tidak curiga akan informasi palsu tentang apartemen tersebut. Karena menurut Google Maps, lokasi apartemen di dalam iklan palsu tersebut memang berdekatan dengan kampus Shaun yaitu 350 meter (4 menit jalan kaki).

Akomodasi tersebut juga menawarkan harga yang murah dibandingkan harga sewa apartemen di kota pada umumnya, yaitu sekitar 180 dolar AS (1,7 juta rupiah) per minggu.

Harga ini sangat berbeda dengan harga apartemen di QVII yang sebenarnya yang adalah 460 dolar AS (4,5 juta rupiah) per minggu, menurut situs web properti Hayden Melbourne.

Uang tidak bisa kembali

Shaun, yang saat itu tidak memberitahu orangtuanya tentang keputusan menyewa apartemen, berkomunikasi dengan penipu melalui surat elektronik. Gusti Ariantini atau Ayu, yang adalah ibu tiri dari Shaun, merasa kesal melihat peristiwa yang menimpa anaknya.

Ia langsung melaporkan kejadian ini ke kantor polisi South Melbourne, namun tidak ada tindakan lanjutan karena polisi mengatakan bahwa pelaku tinggal di negara lain.

"Kata polisi Shaun tidak akan bisa dapat kembali uangnya karena kasus ini berurusan dengan orang di luar negara," kata Ayu kepada wartawan ABC Indonesia Natasya Salim.

"Menurut teman saya yang adalah pemeriksa tindakan kriminal, kasus seperti ini baru bisa ditangani kalau jumlah uang yang hilang adalah lebih dari 500 ribu dolar AS (sekitar 4 miliar rupiah)," tambahnya.

Warga Indonesia hampir kena tipu

Kasus penipuan terkait akomodasi juga hampir menimpa Ira Zuidam, warga Indonesia di Melbourne, ketika sedang mencari apartemen baru untuk pindah dengan suaminya di tahun 2016.

Kecurigaannya muncul ketika harus mengirim uang ke rekening Bank Western Union Afrika untuk menyewa akomodasi di Australia. "Logikanya orang ini punya aset di Australia tapi kenapa minta kirim uangnya ke WU Afrika?" tulis Ira di Facebook.

"Kita tanya balik dong, kalau dia punya akun bank Australia. Dan sempat dikasih tapi dengan nama yang berbeda. Udah tambah curiga saja, kan?"

Ira semakin ragu untuk mengirim uang terlebih ketika mendengar bahwa kunci akan dikirim melalui pos. Untuk membuktikan kebenaran dari akomodasi tersebut, ia pun mengunjungi lokasi gedung sesuai dengan yang diberikan penipu.

"Isenglah saya dan suami cek ke lokasi. Petugas keamanan bilang ternyata bangunannya belum 100 persen beroperasi karena masih baru," katanya.

Pada akhirnya, wanita dengan izin tinggal Temporary Resident (residen sementara) Australia ini tidak jadi mengirim uang kepada sang penipu.

 

Penipuan juga marak di Sydney

Kasus penipuan terhadap warga non-Australia berhubungan dengan akomodasi, khususnya terhadap mahasiswa, memang sedang memenuhi kepala berita koran Australia.

Menurut liputan dari ABC Australia, di Sydney beberapa mahasiswa dan pendatang dari negara lain menjadi korban penipuan dari Darby Thomas Murphy. Darby adalah seorang pria Sydney yang mengaku bekerja di sebuah kantor hukum di sana namun tidak terbukti benar.

Saat ini ia sedang diperiksa polisi atas tuduhan penipuan yang ia lakukan sejak tahun 2017. Rose Webb selaku Komisioner Dagang New South Wales mengatakan kepada ABC bahwa lembaganya memang sering menerima keluhan seputar penipuan properti di Sydney.

Ia mengatakan bahwa modus penipuan ini sering melibatkan pengiriman uang ke luar negeri.

"Harus hati-hati apalagi kalau beda budaya"

Ira yang berhasil lolos dari jebakan penipu mengatakan bahwa pendalaman informasi sangatlah penting sebelum menyewa akomodasi.

"Pesan saya agar lebih tingkatkan kesadaran saja sih, perbanyak riset, lebih bagus kalau ada kenalan yang tinggal di wilayah bersangkutan agar bisa bantu cari tahu lebih lanjut," kata wanita yang dua tahun lalu sekolah TAFE di Sydney itu.

"Jangan terkecoh dengan harga murah karena ada indikasi penipuan di sana."

Belajar dari pengalaman Shaun, Ayu mengajak warga terutama yang berasal dari luar Australia untuk lebih berhati-hati dalam mencari akomodasi lewat situs daring.

"Harus ketemu dengan orang yang menyewakan. Jangan dari jarak jauh kecuali ada orang yang bisa dipercaya," kata ibu rumah tangga itu.

"Apalagi kalau kita ada perbedaan bahasa, adat, lebih rentan tertipu."

Simak berita lainnya dari ABC Indonesia.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement