REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plh Direktur Perlindungan Warga Negara dan Badan Hukum Indonesia (PWN-BHI) Kementerian Luar negeri (Kemenlu), Judha Nugraha mengatakan, pihak kedutaan besar (KBRI) Kuala Lumpur telah mengirimkan nota diplomatik kepada Kemenlu Malaysia untuk meminta akses kekonsuleran.
Hal tersebut menindaklanjuti informasi mengenai seorang WNI penata laksana rumah tangga yang diduga menjadi korban pemerkosaan di wilayah Perak, Malaysia.
"Pada, Kamis (11/7), pejabat Konsuler bersama Atase Polri telah bertemu dengan Kepala Polisi Wilayah Perak di Ipoh, yang berjarak sekitar 200 km dari Kuala Lumpur, sekaligus bertemu langsung dengan korban WNI," ujar Judha kepada Republika.co.id melalui pesan WhatsApp, Kamis (11/7).
Ia mengatakan, korban WNI dalam kondisi fisik yang baik saat dikunjungi, meskipun secara psikis mengalami trauma. KBRI akan terus memonitor proses penegakan hukum terhadap pelaku.
Untuk memberikan ketenangan kepada korban, KBRI mengupayakan agar korban yang tidak disebutkan namanya. Korban juga dapat tinggal di shelter KBRI Kuala Lumpur selama proses hukum berlangsung.
Pada Senin lalu, PRT WNI melaporkan Executive Councillor (Exco) atau Menteri Pemerintah Negara bagian Perak, Malaysia, Paul Yong ke pihak berwenang dengan tuduhan telah memperkosanya. Keesokan harinya, Yong ditangkap polisi, kemudian Rabu, ia dibebaskan dengan jaminan.
Yong bersikeras tidak mengakui tuduhan yang dilayangkan terhadapnya. Meski demikian, proses hukum masih terus berlanjut hingga data-data dari penyelidik didapat secara profesional.
Kasus ini telah diklasifikasikan berdasarkan undang-undang Bagian 376 KUHP untuk pemerkosaan berdasarkan investigasi awal. Mereka yang dihukum, akan bertanggung jawab hingga 20 tahun penjara dan mendapatkan hukuman cambuk.