REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Executive Councillor (Exco) atau Menteri Pemerintah Negara bagian Perak, Malaysia, Paul Yong mengaku bahwa adalah pejabat terlapor atas dugaan pemerkosaan pembantu rumah tangganya asal Indonesia. Namun, ia menolak tuduhan tersebut, dan menyebut bahwa tudingan itu tidak berdasar.
Dalam pernyataan resminya, Yong menyebut tuduhan itu membingungkan. Ia pun dibebaskan dengan jaminan setelah penangkapannya oleh pihak kepolisian.
"Dengan ini saya dengan tegas menyangkal tuduhan tersebut. Saya tegaskan, saya tidak pernah memperkosa atau melakukan kekerasan seksual terhadapnya," ujar Paul Yong yang dilansir Malay Mail, Kamis.
Ia mengatakan, pembebasan dengan jaminan bukan merupakan upaya penyogokan. Ia pun akan membawa saksi untuk membantu polisi dalam penyelidikan. "Saya akan emmbawa saksi untuk membantu polisi dalam penyelidikan mereka untuk menunjukkan bahwa tuduhan itu salah," kata dia.
Yong, bagaimanapun menghormati aturan hukum Malaysia. Ia berharap akan mengikuti alur penyelidikan secara profesional, dan independen. "Saya percaya bahwa kebenaran akan menang," katanya.
Sebelumnya PRT asal Indonesia mengajukan laporan kepada polisi yang menuduh Yong memperkosa dirinya di rumah pelaku tempat di mana ia berkerja, di Meru, Ipoh, Malaysia. Yong kemudian langsung ditangkap pada Selasa, dan memberikan pernyataan kepada penyelidik sebelum dibebaskan dengan jaminian keesokan harinya.
Sementara Ketua Satuan Tugas Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) KBRI Kuala Lumpur, Yusron B Ambary mengatakan, pihaknya sedang berupaya untuk mendapatkan akses konsuler kepada korban. ''Satgas sedang berupaya mendapatkan akses konsuler kepada korban,'' katanya.
Plh Direktur Perlindungan Warga Negara dan Badan Hukum Indonesia (PWN-BHI) Kementerian Luar negeri (Kemenlu), Judha Nugraha mengatakan, pada Kamis (11/7), pejabat konsuler bersama atase Polri telah bertemu dengan Kepala Polisi Wilayah Perak di Ipoh, yang berjarak sekitar 200 km dari Kuala Lumpur. Mereka sekaligus bertemu langsung dengan korban WNI.
Ia mengatakan, korban WNI dalam kondisi fisik yang baik saat dikunjungi, meskipun secara psikis mengalami trauma. KBRI akan terus memonitor proses penegakan hukum terhadap pelaku.
Untuk memberikan ketenangan kepada korban, KBRI mengupayakan agar korban yang tidak disebutkan namanya. Korban juga dapat tinggal di shelter KBRI Kuala Lumpur selama proses hukum berlangsung.