REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Pelapor khusus PBB untuk situasi di Palestina Michael Lynk mendesak komunitas internasional meminta pertanggung jawaban Israel atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukannya. Hal itu dia utarakan setelah berkunjung ke Yordania selama sepekan dan bertemu dengan sejumlah organisasi HAM Palestina dan Israel.
Dalam pernyataannya, dia mengaku menyayangkan keputusan Israel yang tak mengizinkannya masuk ke negaranya. Menurut dia hal itu bertentangan dengan kewajiban Israel sebagai anggota PBB.
“Sekarang adalah waktunya bagi komunitas internasional untuk meminta pertanggung jawaban Israel sepenuhnya atas tindakannya dan untuk menentukan apakah peran Israel sebagai kekuatan pendudukan telah melewati garis merah terang menjadi ilegal,” ujarnya, dikutip laman Anadolu Agency, Sabtu (13/7).
“PBB telah menyatakan dalam banyak kesempatan bahwa permukiman ilegal Israel, aneksasinya atas Yerusalem Timur adalah melanggar hukum dan pelanggaran HAM-nya terhadap warga Palestina melanggar perjanjian internasional,” kata Lynk menambahkan.
Pada akhir Juni lalu, Lynk mengatakan pendudukan Israel atas Palestina harus diakhiri dalam lingkup hukum internasional. Menurutnya, tak ada cara lain yang dapat ditempuh untuk menuntaskan perselisihan antara kedua negara tersebut.
“Tanpa kerangka hukum internasional, rencana perdamaian apa pun, termasuk proposal yang akan datang dari Amerika Serikat (AS), akan membentur kumpulan realisme politik,” ujar Lynk.
Dia mengungkapkan setiap rencana perdamaian Timur Tengah yang disodorkan selama lima dekade terakhir, seluruhnya berujung kegagalan. “Sebagian besar karena mereka tidak secara serius mendesak pada pendekatan berbasis hak untuk perdamaian antara Israel dan Palestina,” ucapnya.
Menurut Lynk, terdapat enam prinsip yang sangat penting dalam proses perdamaian Israel dengan Palestina, antara lain tentang hak asasi manusia (HAM), penentuan nasib sendiri, pencaplokan lahan, permukiman ilegal, keamanan, dan nasib pengungsi Palestina.
“Jika rencana perdamaian gagak mengintegrasikan prinsip-prinsip ini, hal itu pasti akan mengalami nasib yang sama seperti pendahulunya dan membuat konflik lebih mengakar dan kehilangan harapan daripada sebelumnya,” kata Lynk.
“Konsensus internasional saat ini mendukung solusi dua negara, yang membutuhkan negara Palestina yang berdaya, berdampingan, dan berdaulat penuh, berdasarkan perbatasan Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya,” ujar dia menambahkan.