REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH – Organisasi Kerjasama Islam (OKI) akan mengadakan pertemuan menteri luar biasa pada Rabu depan pekan ini untuk fokus membahas pelanggaran Israel di kota yang diduduki, Yerusalem Timur. Pertemuan tersebut akan diwakili menteri-menteri luar negeri dari negara-negara OKI.
Dilansir dari kantor berita Turki Anadolu Agency, Senin (15/7), badan PAN-Muslim tersebut dalam sebuah pernyataan, menyebutkan, menteri luar negeri dari negara-negara anggota OKI selain membahas pelanggaran Israel di Yerusalem Timur, juga pembukaan terowongan baru-baru ini di bawah lingkungan Silwan di kota itu.
Pertemuan itu, yang akan diadakan di kota Jeddah, Arab Saudi, juga akan menangani penyitaan puluhan rumah Palestina oleh otoritas Israel di kota yang diduduki. Israel menduduki Yerusalem Timur, tempat markas Masjid Al-Aqsha terletak, selama Perang Arab-Israel 1967.
Dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh komunitas internasional, Israel mencaplok seluruh kota pada 1980, dan mengklaimnya sebagai ibu kota negara "abadi dan tak terbagi" yang diproklamirkan oleh mereka.
Yerusalem tetap menjadi jantung perselisihan Timur Tengah yang telah berlangsung puluhan tahun, dengan warga Palestina berharap bahwa Yerusalem Timur suatu hari nanti akan berfungsi sebagai ibu kota negara Palestina.
Pada akhir Mei lalu, para pemimpin negara yang tergabung dalam OKI menegaskan dukungan mereka untuk perjuangan Palestina. Dukungan tersebut disampaikan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang berlangsung di Makkah, Arab Saudi.
Dalam KTT OKI di Makkah, salah satu fokus pembicaraan adalah mengenai ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran. Namun, tak lupa mengenai perjuangan Palestina, serta kecaman terhadap AS karena langkah yang dibuat oleh negara itu untuk memindahkan kedutaan besar di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Tak hanya itu, AS juga dikecam atas langkah mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Dalam KTT OKI, banyak pemimpin yang mendesak agar anggota organisasi tersebut melakukan boikot terhadap negara-negara yang membuka misi diplomatik untuk Israel di Yerusalem.