REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sidang Dewan International Maritime Organization (IMO) ke-122, digelar dari 15 - 19 Juli 2019 di Markas Besar IMO London, Inggris. Pada sidang kali ini, pembahasan utamanya menyangkut reformasi organisasi. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia pun berperan aktif menyampaikan sejumlah aspek terkait upaya reformasi Dewan IMO tersebut.
"Salah satu agenda dalam Sidang Dewan IMO ke-122 yang menjadi pembahasan utama adalah agenda mengenai reformasi Dewan IMO," ujar Arif Toha selaku Head of Delegation (HOD) pada Sidang Dewan ke-122, Senin (15/7) di London dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Selasa (16/7).
Delegasi Republik Indonesia (Delri) yang dipimpin Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Arif Toha yang beranggotakan perwakilan dari Ditjen Multilateral Kementerian Luar Negeri, PFKKI Kementerian Perhubungan, Bagian Hukum dan KSLN Ditjen Perhubungan Laut serta KBRI di London.
Sidang Dewan IMO ke-122 dibuka oleh Sekretaris Jenderal IMO, Kitack Lim dan sidang tersebut dipimpin oleh Mr. Zhang Xiaojie (China) dan wakil ketua Mr. Vice Admiral (Ret) Edmundo De Ville de Campo (Peru). Sidang dihadiri oleh perwakilan negara-negara anggota Dewan IMO sejumlah 40 negara, serta observers dari negara-negara anggota IMO dan berbagai asosiasi di bidang maritim.
Dalam sambutannya, Mr. Kitack Lim menyampaikan, Sidang Council ke-122 ini menitikberatkan pada pembahasan anggaran, pertimbangan atas laporan dari Sidang Komite-komite sebelumnya, laporan institusi pelatihan di bawah naungan IMO, reformasi Dewan IMO serta isu strategis lain di bidang maritim.
Indonesia turut hadi dalam Sidang Dewan IMO ke-122 di London, Inggris.
Arif Toha mengungkapkan, dalam sidang tersebut, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia berperan aktif menyampaikan sejumlah aspek terkait upaya reformasi Dewan IMO.
"Selaku anggota Dewan IMO, Indonesia turut berkontribusi menentukan arah kebijakan dan reformasi organisasi tersebut, yang tentunya sejalan dengan kepentingan Indonesia secara keseluruhan dan sebagai negara maritim besar dunia," ujarnya.
Sebelumnya, pada Sidang Council 121 yang lalu, Pemerintah Indonesia menyampaikan submisi terkait Reformasi Dewan IMO (Council Reform) dalam dokumen C121/3(b)/14 yang menjelaskan tentang aspek-aspek tertentu dari proposal reformasi Dewan dan mendorong Dewan untuk membentuk open ended working group serta menyoroti tentang peran Dewan dalam pembuatan kebijakan, kebutuhan akan pendanaan alternatif, kategori keanggotaan Dewan serta definisi kategori yang ada dengan memperhatikan kondisi geografis khusus seperti "pulau dan negara kepulauan" serta transparansi.
Adapun di Sidang Council 122 ini, Indonesia kembali mendorong Dewan IMO untuk membahas secara komprehensif mengenai agenda reformasi anggota Dewan IMO mengenai peran penting Dewan dalam pembuatan keputusan (policy making) dimana Indonesia mengusulkan agar Dewan IMO memiliki mandat untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja seluruh cakupan kerja IMO, tidak hanya mengenai keselamatan maritim, dan efisiensi pelayaran tetapi juga perlindungan lingkungan hidup maritim.
Selanjutnya Indonesia menyarankan perlunya kriteria-kriteria dalam anggota Dewan saat ini (A,B,C) dijabarkan dengan definisi yang jelas guna menentukan negara-negara yang memiliki kepentingan terbesar terhadap perkembangan maritim dunia misalnya kriteria "negara maritim", serta kriteria kondisi geografis khusus seperti “pulau dan negara kepulauan".
Dalam hal masa jabatan Dewan, Indonesia mengusulkan untuk memperpanjang masa jabatan Dewan dari 2 (dua) menjadi 4 (empat) tahun, dengan pelaksanaan sidang Majelis IMO setiap 2 (dua) tahun sekali dalam membuat keputusan terkait budget, administrasi dan SDM.
Indonesia, kata Arif Toha, menyambut baik proposal untuk mengembangkan pedoman dan kategori dalam kriteria pemilihan. Namun, kriteria tersebut seharusnya tidak hanya dikembangkan terkait dengan perdagangan dan jasa maritim, tetapi juga dengan parameter penting lainnya seperti lingkungan. "Dalam hal peran dan fungsi Dewan, Indonesia berpandangan bahwa peran Dewan sangat penting dalam menjaga Organisasi sejalan dengan Rencana Strategisnya," ujarnya.
Pada kesempatan ini, Indonesia juga mengusulkan agar Sekretariat IMO dapat memproduksi summary reports dan records of decision pada setiap pertemuan Dewan dan Majelis IMO, namun tidak melihat perlunya perubahan pada Rules of Procedure (RoP).
Sebagai informasi, terdapat 21 agenda yang akan dibahas pada Sidang tersebut dengan 48 dokumen pendukung.
Adapun agenda yang menjadi perhatian Pemerintah Indonesia yaitu terkait agenda 11 mengenai Consideration of the reports of the Maritime Safety Committee yang intinya membahas hasil Sidang MSC 100 yang di antaranya menyetujui penyelenggaraan intersessional meeting of the Working Group on MASS, 2 s.d. 6 September 2019.
Selanjutnya agenda 13 tentang Technical Cooperation Fund dimana Pemerintah Indonesia memberikan apresiasi kepada IMO atas dukungan bagi mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang mendapat kesempatan belajar di training institutes asuhan IMO yaitu WMU, IMLI dan DMU.
Dan tak kalah pentingnya adalah agenda 14 mengenai Protection of vital shipping lanes yang merupakan laporan dari pertemuan Aids to Navigation Fund (ANF) Committee ke-22, pada tanggal 25 - 26 April 2019 di Kuala Lumpur serta rencana penyelenggaraan Cooperation Forum 12, Project Coordination Committee 12 dan Tripartite Technical Expert Group 44 di Semarang, Indonesia, tanggal 30 September hingga 4 Oktober 2019.
"Keaktifan Indonesia di setiap sidang IMO termasuk sidang Dewan IMO ke 122 ini merupakan modal bagi Indonesia yang akan kembali berjuang dalam pemilihan sebagai anggota Dewan IMO kategori “C” periode 2020-2021," kata Arif.