REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan sistem pertahanan peluru kendali S-400 buatan Rusia akan dipakai secara penuh pada April 2020, Senin (15/7). Beberapa bagian sistem rudal tersebut sudah dikirim ke Turki dalam empat hari belakangan.
Pembelian sistem rudal Rusia oleh Turki meningkatkan ketegangan dengan negara-negara sekutu Turki di NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara), terutama Amerika Serikat. AS memperingatkan akan menanggapi tindakan Turki tersebut dengan menjatuhkan sejumlah sanksi.
Ketika berbicara di Bandara Ataturk di Istanbul dalam memperingati kejadian kudeta yang gagal pada 2016, Erdogan mengatakan delapan pesawat sudah membawa beberapa bagian sistem S-400 Rusia dan lebih banyak lagi bagian sistem rudal akan berdatangan, seperti yang berkali-kali ia janjikan.
"Dengan izin Allah, sistem tersebut sudah akan dipasang pada April 2020. S-400 adalah sistem pertahanan terkuat terhadap mereka yang ingin menyerang negara kita. Insya Allah, kita mengambil langkah ini sebagai investasi bersama Rusia dan akan terus menjalankannya," katanya di depan khalayak.
Kalangan pejabat AS mengatakan selain terkena undang-undang AS untuk mencegah negara-negara membeli peralatan militer dari Rusia, yang dikenal sebagai CAATSA, Turki akan dikeluarkan dari program pesawat jet tempur pengintai F-35.
Dengan hukuman itu, Turki tidak boleh lagi membuat bagian-bagian F-35 atau membeli jet-jet tempur itu yang telah dipesannya. Pada Ahad (14/7), Erdogan mengatakan Presiden Amerika Serikat punya kewenangan untuk mencegah penerapan sanksi terhadap Turki atas pembelian sistem pertahanan udara buatan Rusia itu.
Erdogan juga mengatakan Trump seharusnya berkompromi menyelesaikan perselisihan. Ketegangan antara Turki dan Barat meningkat dalam beberapa bulan terakhir ini terkait pembelian sistem S-400 oleh Turki.