Rabu 17 Jul 2019 01:02 WIB

ICC Kumpulkan Bukti Kejahatan Terhadap Rohingya

Delegasi ICC ke Bangladesh untuk mengumpulkan bukti kejahatan terhadap Rohingya.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Suasana kamp pengungsi Rohingya Balukhali, Bangladesh,
Foto: Altaf Qadri/AP
Suasana kamp pengungsi Rohingya Balukhali, Bangladesh,

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA – Delegasi Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah tiba di Ibu Kota Bangladesh, Dhaka, Selasa (16/7). Mereka akan berada selama sepekan di sana untuk menilai krisis dan proses peradilan Rohingya.

Delegasi tersebut dipimpin Wakil Jaksa Penuntut ICC James Kirkpatrick Stewart. Menurut pernyataan yang dirilis ICC, kunjungan tersebut sesuai dengan mandat ICC berdasarkan Statuta Roma. 

Baca Juga

“Delegasi tidak akan terlibat dalam pengumpulan bukti sehubungan dengan dugaan kejahatan (kemanusiaan terhadap Rohingya). Tujuan dari kunjungan ini, secara umum, adalah untuk terlibat dengan para pemangku kepentingan yang relevan dan menjelaskan proses peradilan serta status situasi,” kata ICC, seperti dikutip Anadolu Agency.

United News of Bangladesh, mengutip para pejabat Bangladesh melaporkan, selain mengadakan pertemuan dengan para pejabat senior hukum dan kementerian dalam negeri serta perwakilan dari organisasi internasional, anggota delegasi ICC juga akan mengunjungi kamp-kamp Rohingya. Jaksa ICC diketahui telah menyelesaikan proses  pemeriksaan pendahuluan menyeluruh terkait dugaan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan militer Myanmar terhadap minoritas Rohingya.

“Mengikuti proses pemeriksaan pendahuluannya yang menyeluruh, jaksa ICC baru-baru ini meminta hakim pengadilan untuk mengesahkan penyelidikan atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan terhadap orang-orang Rohingya dari Myanmar. Hasil dari permintaan ini masih tertunda dan ada di hadapan hakim pengadilan,” kata ICC.

Pada Agustus 2018, Tim Misi Pencari Fakta Independen PBB telah menerbitkan laporan tentang krisis Rohingya yang terjadi di Rakhine. Dalam laporan itu, disebut bahwa apa yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya mengarah pada tindakan genosida. Laporan itu menyerukan agar para pejabat tinggi militer Myanmar, termasuk panglima tertinggi militer Jenderal Min Aung Hlaing, diadili di ICC.

Dalam laporan tersebut, Dewan Keamanan PBB pun diserukan memberlakukan embargo senjata terhadap Myanmar, menjatuhkan sanksi kepada individu-individu yang bertanggung jawab, dan membentuk pengadilan ad hoc untuk menyeret mereka ke ICC. Pada Agustus 2017, lebih dari 700 ribu orang Rohingya melarikan diri dan mengungsi ke Bangladesh. Hal itu terjadi setelah militer Myanmar melakukan operasi brutal untuk menangkap gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). 

Masifnya arus pengungsi ke wilayah perbatasan Bangladesh segera memicu krisis kemanusiaan. Para pengungsi Rohingya terpaksa harus tinggal di tenda atau kamp dan menggantungkan hidup pada bantuan internasional. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement