Kamis 11 Jul 2019 20:59 WIB

Netanyahu Janji tak akan Pernah Bongkar Permukiman Yahudi

Janji Netanyahu diucapkan jelang pemilu September mendatang.

Rep: Kamran Dikarma / Red: Nashih Nashrullah
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.
Foto: Ronen Zvulun/Pool Photo via AP
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bersumpah tidak akan membongkar permukiman Yahudi yang telah dibangun di Tepi Barat. Hal itu dia tegaskan dalam rangka menyambut penyelenggaraan pemilu di negaranya pada September mendatang. 

“Kami tidak akan mengizinkan pembongkaran permukiman apa pun dalam rencana perdamaian apa pun,” ujar Netanyahu pada Rabu (10/7), dikutip laman Alarabiya.

Baca Juga

Netanyahu menjamin mereka yang tinggal di permukiman Yahudi terpencil di Tepi Barat akan tetap dilindungi. “Saya tidak membuat perbedaan antara blok permukiman dan situs permukiman terisolasi. Setiap tempat seperti itu adalah milik Israel dari sudut pandang saya,” kata dia.

Pada akhir Juni lalu, pelapor khusus PBB, Michael Lynk, mengatakan pendudukan Israel atas Palestina harus diakhiri dalam lingkup hukum internasional. Menurutnya, tak ada cara lain yang dapat ditempuh untuk menuntaskan perselisihan antara kedua negara tersebut.

“Tanpa kerangka hukum internasional, rencana perdamaian apa pun, termasuk proposal yang akan datang dari Amerika Serikat (AS), akan membentur kumpulan realisme politik,” ujar Lynk.

Dia mengungkapkan setiap rencana perdamaian Timur Tengah yang disodorkan selama lima dekade terakhir, seluruhnya berujung kegagalan. “Sebagian besar karena mereka tidak secara serius mendesak pada pendekatan berbasis hak untuk perdamaian antara Israel dan Palestina,” ucapnya.

Menurut Lynk, terdapat enam prinsip yang sangat penting dalam proses perdamaian Israel dengan Palestina, antara lain tentang hak asasi manusia (HAM), penentuan nasib sendiri, pencaplokan lahan, permukiman ilegal, keamanan, dan nasib pengungsi Palestina.

“Jika rencana perdamaian gagak mengintegrasikan prinsip-prinsip ini, hal itu pasti akan mengalami nasib yang sama seperti pendahulunya dan membuat konflik lebih mengakar dan kehilangan harapan daripada sebelumnya,” kata Lynk.

“Konsensus internasional saat ini mendukung solusi dua negara, yang membutuhkan negara Palestina yang berdaya, berdampingan, dan berdaulat penuh, berdasarkan perbatasan Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya,” ujar dia menambahkan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement