Kamis 18 Jul 2019 18:47 WIB

Pengamat: Perlu Tim Independen dan Strategis Buat Ungkap Kasus Novel Baswedan

TGPF mengatakan ada kemungkinan penyerangan didasari kasus yang ditangani Novel.

Rep: deutsche-welle/ Red:
Pengamat: Perlu Tim Independen dan Strategis Buat Ungkap Kasus Novel Baswedan
Pengamat: Perlu Tim Independen dan Strategis Buat Ungkap Kasus Novel Baswedan

Dalam konferensi pers yang berlangsung pada Rabu (17/07) di Jakarta, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) mengungkap beberapa hal terkait perkembangan kasus yang sudah berjalan lebih dari dua tahun ini.

TGPF mengatakan ada kemungkinan penyerangan didasari kasus yang sedang ditangani Novel. Setidaknya ada enam kasus yang yang bisa menjadi dasar penyerangan tersebut. Selain itu TGPF juga menyoroti tiga orang tidak dikenal di sekitar rumah Novel sebelum kejadian.

Kepolisian RI (Polri) pun kembali membentuk Tim Teknis Lapangan guna mendalami hasil TGPF untuk mengungkap pelaku penyerangan. Lantas bagaimana pendapat pengamat mengenai hasil investigasi Tim Gabungan Pencari Fakta yang telah bekerja sejak 8 Januari 2019 lalu?

Simak wawancara DW Indonesia dengan peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Universitas Indonesia, Muhammad Rizaldi.

Deutsche Welle: Setelah enam bulan TGPF bekerja, bagaimana Anda menyikapi hasil laporan tim?

Muhammad Rizaldi: Saya coba melihat dari awal pembentukannya. Kalau kita bandingkan dengan negara lain, dalam pembentukan tim independen pencari fakta ada penugasan yang spesifik terkait apa yang harus dihasilkan dari tim ini. Jadi di akhir nanti, tim akan dengan mudah kita evaluasi apakah tugasnya tercapai atau tidak. Kalau kita bandingkan dengan TGPF Novel Baswedan, agaknya tim ini dibuat dengan tujuan yang mengawang, general saja, tidak ada tujuan spesifik, tim ini mau diarahkan kemana. Tujuan pembentukannya apa sih? TGPF ini berhasil atau tidak? Kalau menurut TGPF berhasil, kalau menurut Novel tidak. Kita tidak punya standard yang jelas. Harus melihatnya dari mana secara objektif. Kalau dilihat dari temuannya memang ada temuan baru, tapi apakah itu bermanfaat untuk mengungkap kasus atau tidak itu juga jadi masalah. Karena sampai sejauh ini rekomendasinya membentuk tim teknis lapangan lagi,sampai kapan? Jadi tidak jelas mau dibawa kemana.

Apakah hasil temuan ini dipengaruhi independensi dari tim?

Kalau dari timnya sendiri juga bisa dibilang 50:50, dalam artian ada tim Polrinya juga, ada unsur masyarakatnya juga. Memang saya agak menyayangkan independensi penyampaian hasil yang cenderung menyalahkan atau memojokkan korban. Ketika tim TPGF menyampaikan ini ada kaitannya bahwa Novel melebihi kewenangannya dalam melakukan penyidikan, juga terkait enam kasus high profile yang ditangani oleh Novel, justru ini tidak mengungkap apa-apa selain bahwa memojokkan korban sendiri, dalam hal ini Novel.

Anda setuju kalau hal tersebut menjadi motif pelaku menyerang Novel Baswedan?

Agak sulit juga kalau mau disimpulkan begitu, apa basis datanya? Saya juga mempertanyakan itu kalau memang betul ke arah sana. Masalahnya tersangka saja belum ada. Kemudian informasi itu didapat dari mana? Kalau berasumsi saja tentu banyak skenario, banyak kemungkinan yang terjadi salah satunya balas dendam. Bisa juga karena ini ada settingan atau ada keinginan untuk melemahkan KPK. Sampai saat ini kita tidak tahu. Ketika tidak ada tersangkanya, tidak ada barang buktinya, tidak ada data yang jelas, kesimpulan yang dihasilkan oleh TGPF jadi sumir .

Apakah terlihat kesan ada sesuatu yang ditutup-tutupi dalam penanganan kasus penyiraman air keras ini?

Ditutupi atau tidak, saya rasa ini menjadi pekerjaan rumah tim TGPF. Karena data-data atau informasi yang dikeluarkan pada saat kemarin menurut saya banyak hal yang belum jelas. Dapat dari mana informasi kalau motifnya seperti itu. Masih menduga-menduga atau sudah ada temuan barang bukti yang menjadi dasar. Kalau dari motifnya sendiri kita juga tidak bisa mereka-reka. Polri sendiri saya yakin mau main aman dalam arti tidak mau mengambil kesimpulan yang terlalu cepat dalam menentukan siapa tersangkanya. Tapi pertanyaannya sudah sampai sejauh mana usahanya? Dan akhirnya sampai sekarang belum ada perkembangan yang signifikan menurut saya.

Dalam beberapa kesempatan Novel kerap mengutarakan rasa pesimis atas penyelesaian kasusnya. Anda pun berpikir demikian?

Tuntutan dari Novel sebagai korban cukup valid untuk kemudian meminta kalau ini mau dibongkar, seharusnya ada tim yang benar-benar independen, tim yang memang tidak punya konflik kepentingan. Kemudian harus ada timeline yang jelas, job description yang jelas. Kalau misalnya hal itu belum ada, menurut saya akan buang-buang waktu saja karena tidak jelas tujuannya. Kalau mau dibentuk tim (teknis lapangan) lagi, buat apa? Kita tidak bisa mengevaluasi, sudah ada bukti atau belum, sudah berhasil atau belum. Menurut saya ini tidak bisa sembarangan. Hanya kalau dibentuk tim lagi pasti hasilnya sama saja, apalagi yang mau dilakukan?

Berarti pembentukan tim teknis lapangan dapat dinilai sebagai langkah yang tidak efektif?

Membuang-buang waktu. Bisa saja seperti itu, asalkan tadi harus jelas tujuannya. Kalau tujuannya mengembangkan kasus akan jadi buang-bung waktu. Harus jelas tujuannya, misalnya mencari siapa pelaku penyerangan terhadap novel. Kemudian mencari barang bukti, memperkuat lagi barang-barang bukti untuk kasus tersebut. Harus diperjelas di awal, kalau tidak ya balik lagi seperti pembentukan tim TGPF kemarin.

Banyak pihak berpendapat sudah saatnya presiden turun tangan mengambil alih kasus Novel Baswedan dengan membentuk tim independen sendiri. Tangapan Anda?

Kasus ini tidak bisa dihentikan juga, saya berharap kasus ini segera terungkap. Cuma pertanyaannya siapa dan bagaimana. Kalau seperti itu harus ada evaluasi apa saja yang sudah tim lakukan dan apa yang perlu ditingkatkan. Ini yang menjadi hambatan. Kalau tim teknis lapangan mengembangkan kasus ini agak kurang ‘senjatanya’, apa yang mau dikembangkan karena sejauh ini tidak ada yang signifikan. Kalau dilanjutkan ya sudah selayaknya, karena kasusnya ini sangat serius dan melibatkan orang yang sangat penting dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Tantangan selanjutnya bagaimana membentuk tim yang independen dan strategis untuk mengungkap kasus.

Wawancara dilakukan oleh Rizki Akbar Putra dan telah diedit sesuai konteks.

Muhammad Rizaldi adalah peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI). Ia juga merupakan anggota Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi.

(ae)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement