Kamis 18 Jul 2019 18:29 WIB

Kamboja Kirim Balik Sampah Plastik ke AS dan Kanada

Sebanyak 83 kontainer sampah dikirimkan kembali ke AS dan Kanada.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nur Aini
Tumpukan sampah (Ilustrasi)
Foto: Youtube
Tumpukan sampah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Kamboja telah menjadi negara Asia terbaru yang menolak pengiriman limbah oleh perusahaan-perusahaan Barat. Pejabat Kamboja mengumumkan bahwa mereka mengirim 1.600 ton sampah kembali ke sumbernya Amerika Serikat (AS) dan Kanada pada Rabu (17/7).

Juru Bicara Kementerian Lingkungan Hidup, Neth Pheaktra mengatakan, sebanyak 83 kontainer pengiriman sampah plastik ditemukan pada Selasa di pelabuhan utama barat daya Sihanoukville. Kontainer, dibuka oleh petugas bea dan cukai, dilabeli sebagai produk daur ulang tanpa label limbah plastik.

Baca Juga

Kementerian bea cukai melakukan penyelidikan tentang bagaimana limbah itu berakhir di Kamboja, dan perusahaan atau kelompok mana yang berada di belakang impor. Jika ditemukan, mereka akan didenda dan dibawa ke pengadilan. Sementara itu, pemerintah federal akan memulai proses pengiriman kembali sampah ke AS dan Kanada.

"Kamboja bukan tempat sampah di mana negara-negara asing dapat membuang limbah elektronik yang sudah ketinggalan zaman, dan pemerintah juga menentang setiap impor limbah plastik dan pelumas yang akan didaur ulang di negara ini," kata Pheaktra, dilansir dari CNN, Kamis (18/7).

Itu merupakan insiden terakhir dalam krisis sampah global, di mana limbah elektronik, plastik, dan sampah lainnya dari sebagian besar negara Barat dikirimkan ke Asia Tenggara. Di samping itu, pada Mei, Malaysia mengirim kembali 450 ton limbah plastik ke negara asal mereka, termasuk Inggris, Kanada, AS, Jepang, dan Belanda.

Saat negara-negara saling bertukar limbah, mereka juga telah melakukan upaya kolaboratif untuk membendung krisis. Pemerintah 187 negara sepakat untuk mengontrol pergerakan sampah plastik antara perbatasan nasional pada Mei dengan menambahkan plastik ke Konvensi Basel, sebuah perjanjian internasional. World Wildlife Fund menyatakan, keputusan itu merupakan langkah yang disambut baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement