Jumat 19 Jul 2019 16:20 WIB

ASEAN Didesak Respons Pelanggaran HAM di Myanmar

ASEAN dinilai memiliki peran besar untuk merespons pelanggaran HAM di Myanmar.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Sejumlah warga Rohingya menunggu di truk Polisi Myanmar untuk dibawa kembali menuju penampungan sementara yang didirika pemerintah di Desa ManSi dekat Sittwe, Negara Bagian Rakhinne, Myanmar, Rabu (21/11).
Foto: Nyunt Win/EPA EFE
Sejumlah warga Rohingya menunggu di truk Polisi Myanmar untuk dibawa kembali menuju penampungan sementara yang didirika pemerintah di Desa ManSi dekat Sittwe, Negara Bagian Rakhinne, Myanmar, Rabu (21/11).

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR – Pelapor khusus PBB untuk Myanmar Yanghee Lee mendesak ASEAN merespons dan mengambil tindakan atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Myanmar. Menurut dia, ASEAN memiliki peran besar untuk dimainkan di negara mayoritas Buddha itu.

Lee mengatakan, pelanggaran HAM di Myanmar menciptakan masalah yang semakin serius untuk Asia Selatan dan Tenggara. Saat ini, sekitar 1,5 juta pengungsi dari Myanmar berada di Bangladesh, India, Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

Baca Juga

Dia pun menyoroti tentang perdagangan manusia dan obat bius dari Myanmar. Lee mengaku sedih dengan laporan bahwa anak perempuan belia diperdagangkan dari Myanmar utara ke negara-negara tetangga untuk dijadikan pekerja seks.

“Konflik selama bertahun-tahun di negara bagian Shan dan Kachin utara telah membuat keluarga putus asa secara finansial, membuat perempuan dan anak perempuan rentan terhadap perdagangan manusia,” kata Lee pada Kamis (18/7), dikutip laman Anadolu Agency.

Permasalahan HAM yang setumpuk di Myanmar tak bisa dianggap sepele. “Berlanjutnya pelanggaran HAM di Myanmar membahayakan kehidupan orang-orang di sekitar negara itu dan tanpa henti berdampak pada (negara) tetangga Myanmar sedemikian rupa sehingga dapat mengancam perdamaian serta keamanan Asia Selatan dan Tenggara,” ucap Lee.

Oleh sebab itu, Lee meminta negara-negara di kawasan mengambil tindakan yang lebih kuat. Hal itu perlu dilakukan guna mengatasi masalah keamanan yang disebabkan tindakan Myanmar.

Pada awal April lalu, Menteri Luar Negeri Bangladesh Abdul Momen bertemu Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai di Dhaka. Dalam pertemuan itu, Pramudwinai menyatakan bahwa ASEAN siap memainkan peran utama dalam menangani isu Rohingya, terutama terkait proses repatriasi. “Thailand adalah ketua ASEAN saat ini. Mereka bersedia mengambil peran utama dalam proses repatriasi pengungsi Rohingya,” ujar Momen.

Momen sempat menanggapi pertanyaan awak media tentang proposal Bangladesh untuk membentuk “zona aman” di Rakhine bagi orang-orang Rohingya. Dia mengatakan Pramudwinai setuju dengan gagasan tersebut. Namun, penamaannya mungkin akan diganti. Sebab “zona aman” mengandung konotasi tertentu. Dengan adanya zona itu, para pengungsi Rohingya diharapkan dapat merasa aman untuk kembali.

Pada Agustus 2017, lebih dari 700 ribu orang Rohingya melarikan diri dan mengungsi ke Bangladesh. Hal itu terjadi setelah militer Myanmar melakukan operasi brutal untuk menangkap gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA).

Masifnya arus pengungsi ke wilayah perbatasan Bangladesh segera memicu krisis kemanusiaan. Para pengungsi Rohingya terpaksa harus tinggal di tenda atau kamp dan menggantungkan hidup pada bantuan internasional. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement