Senin 22 Jul 2019 15:29 WIB

PM Jepang Ingin Redakan Ketegangan Iran-AS

PM Jepang menyebut memiliki hubungan persahabatan dengan Iran.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe saat berbicara di forum G20, Sabtu (29/6).
Foto: AP Photo/Alexander Zemlianichenko
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe saat berbicara di forum G20, Sabtu (29/6).

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO – Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe ingin meredakan ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat. Hal itu dia sampaikan pada konferensi pers setelah kemenangan koalisinya dalam pemilu majelis tinggi parlemen, Senin (22/7),

Dalam kesempatan itu, Abe menyinggung tentang hubungan antara Jepang dan Iran. “Kami memiliki tradisi persahabatan yang panjang dengan Iran dan saya telah bertemu dengan presidennya beberapa kali, serta para pemimpin lainnya,” ucapnya.

Baca Juga

Karena memiliki hubungan cukup erat, Abe enggan terburu-buru memenuhi permintaan AS, yakni mengirim angkatan laut Jepang untuk menjaga perairan strategis di luar Iran dan mengawasi jalur pengiriman minyak dari negara tersebut. “Sebelum kita membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan, Jepang ingin melakukan segala upaya untuk mengurangi ketegangan antara Iran dan AS,” ujar Abe.

Bulan lalu, Abe melakukan kunjungan ke Iran. Di sana, dia bertemu Presiden Iran Hassan Rouhani dan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Kunjungannya ke Iran memang membawa misi untuk meredakan ketegangan antara Teheran dan Washington.

Namun, hal itu tak berjalan sesuai harapan. Khamenei menyampaikan kepada Abe bahwa Iran tak akan mengulangi kesalahan dengan menjalin negosiasi dengan AS di bawah pemerintahan Donald Trump.

“Saya tidak melihat Trump layak untuk pertukaran pesan apa pun dan saya tidak punya jawaban apa pun untuknya sekarang maupun di masa mendatang,” kata Khamenei.

Kendati demikian, seusai bertemu Khamenei, Abe menyampaikan kepada awak media bahwa Iran tak memiliki niatan untuk membuat senjata nuklir seperti yang selama ini diklaim beberapa negara, termasuk AS. "Pemimpin tertinggi Khamenei berkomentar bahwa negara itu tidak akan dan tidak boleh membuat, memegang atau menggunakan senjata nukir, dan bahwa Iran tak memiliki niat seperti itu," katanya.

Ketegangan antara Iran dan AS mulai terjadi sejak Washington memutuskan hengkang dari kesepakatan nuklir atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada Mei tahun lalu. Setelah menarik diri, AS kembali menerapkan sanksi ekonomi berlapis terhadap Iran. 

AS kemudian mendorong Iran agar bersedia merundingkan kembali ketentuan dalam JCPOA. Namun Iran menolak dan mendesak Eropa, selaku pihak yang terllibat dalam JCPOA, agar melindungi aktivitas perekonomiannya dari sanksi AS. 

Bulan lalu, Iran telah menangguhkan beberapa komitmennya dalam JCPOA, termasuk perihal pengayaan uranium. Teheran berjanji akan melanjutkan langkah tersebut jika Eropa gagal melindungi perdagangannya dari sanksi AS dalam tempo 60 hari. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement