REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menantu sekaligus penasihat senior Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Jared Kushner akan kembali ke Timur Tengah pada akhir bulan untuk mempromosikan rencana dukungan ekonomi 50 miliar dolar AS untuk Palestina. Rencana itu ditolak oleh Palestina karena mengabaikan tuntutan politik mereka.
Kushner menguraikan tujuan ambisius investasi dan tujuan pengembangan rencana itu pada konferensi Bahrain bulan lalu. Rencana perdamaian itu bergantung pada investasi sektor swasta di Tepi Barat, Gaza serta Mesir, Yordania, dan Lebanon.
Sementara, Trump telah memotong bantuan dan dukungan politik untuk Palestina. Para kritikus mengatakan kebijakan itu menunjukkan bias pemerintahannya yang pro-Israel. AS juga menolak untuk mengesahkan solusi dua negara yang telah lama dilihat sebagai satu-satunya jalan menuju perdamaian.
Untuk rencana perjalanan Kushner kini tengah dikerjakan. Lokakarya dua hari 'Peace to Prosperity' pada Juni di Bahrain tidak dihadiri oleh pejabat Palestina atau Israel. Konferensi didatangi menteri keuangan Teluk, perbankan, dan para pengusaha bisnis.
"Alasan mengapa kami pikir penting untuk memaparkan visi ekonomi sebelum kami melakukan visi politik adalah karena kami membutuhkan orang-orang untuk merasa seperti mereka dapat melihat seperti apa masa depan nanti," ucap Kushner pada saat itu.
Sementara, Palestinian Liberation Organisation (PLO) menyatakan ketidaksetujuan mereka pada konferensi tersebut. "Lokakarya ini berusaha untuk menghindari masalah nyata dengan menjajakan ide-ide daur ulang dan gagal," kata PLO.
Adapun Palestina memutuskan hubungan diplomatik dengan Washington pada 2017 setelah mereka mengakui kota Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Kemudian, AS memangkas bantuan Palestina termasuk memotong semua dana untuk badan pengungsi Palestina PBB.