Selasa 23 Jul 2019 10:13 WIB

Mahkamah Pidana Internasional Wawancarai Pengungsi Rohingya

Tim Mahkamah Pidana Internasional menyelidiki dugaan kejahatan kemanusiaan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Suasana kamp pengungsi Rohingya Balukhali, Bangladesh,
Foto: Altaf Qadri/AP
Suasana kamp pengungsi Rohingya Balukhali, Bangladesh,

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA – Wakil jaksa penuntut Mahkamah Pidana Internasional (ICC) James Stewart telah menyelesaikan kunjungannya selama enam hari ke Bangladesh pada Senin (22/7). Kedatangannya ke sana adalah untuk mempersiapkan penyelidikan terkait dugaan kejahatan kemanusiaan terhadap Rohingya oleh militer Myanmar.

Sebelum mengakhiri kunjungannya, Stewart memimpin delegasi ICC mengunjungi kamp pengungsi Myanmar di Cox’s Bazar. “Tim ICC tidak mengadakan pertemuan formal dengan kami. Mereka ingin tahu dari kami mengapa Rohingya menyeberang ke Bangladesh dalam jumlah besar,” kata Dil Mohammad, seorang tokoh di kamp pengungsi Rohingya, dikutip laman Radio Free Asia.

Baca Juga

Mohammad adalah salah satu yang ditanya oleh delegasi ICC mengapa meninggalkan Myanmar dan berlindung di Bangladesh. “Saya mengatakan kepada mereka bahwa penyiksaan, pembunuhan, dan penganiayaan memaksa kami menyeberangi perbatasan dan memasuki Bangladesh,” ujarnya.

Pengungsi Rohingya lainnya, Shahid Ullah, juga sempat diwawancara oleh tim ICC. Pertanyaan yang diajukan kepadanya sama seperti Mohammad. Ullah mengatakan bahwa dia meninggalkan Myanmar karena adanya kekerasan yang dilakukan oleh pihak militer.

“Militer membunuh kami, memperkosa perempuan kami, dan bahkan membunuh bayi yang baru lahir. Kami memberitahu mereka bahwa kami menginginkan keadilan,” ucap Ullah.

Tim ICC tiba di Bangladesh pada 16 Juli lalu. Mereka mengatakan kedatangannya ke negara itu bukanlah untuk mengumpulkan bukti tentang dugaan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan militer Myanmar terhadap Rohingya. Jaksa ICC hendak menjelaskan proses peradilan kepada pihak pemerintah Bangladesh.

Bulan lalu, jaksa penuntut ICC Fatou Bensouda telah meminta izin kepada hakim ICC untuk menyelidiki dugaan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan militer Myanmar terhadap Rohingya. Hakim memutuskan, meskipun Myanmar belum terdaftar sebagai negara pihak ICC, pengadilan masih memiliki yurisdiksi atas kejahatan terhadap Rohingya. Sebab Bangladesh, negara yang menampung para pengungsi Rohingya, adalah anggota ICC.

Pada Agustus 2017, lebih dari 700 ribu orang Rohingya melarikan diri dan mengungsi ke Bangladesh. Hal itu terjadi setelah militer Myanmar melakukan operasi brutal untuk menangkap gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). 

Masifnya arus pengungsi ke wilayah perbatasan Bangladesh segera memicu krisis kemanusiaan. Para pengungsi Rohingya terpaksa harus tinggal di tenda atau kamp dan menggantungkan hidup pada bantuan internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement