REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) menahan 15 awak kapal penangkap ikan Rusia dan Korea Selatan (Korsel). Mereka ditangkap karena dianggap melanggar peraturan tentang memasuki negara tersebut.
Kedutaan Besar (Kedubes) Rusia untuk Korut telah mengonfirmasi penahanan tersebut. Melalui laman Facebook resminya, Kedubes Rusia mengatakan bahwa mereka ditahan pada 17 Juli oleh penjaga perbatasan Korut.
Saat ini ke-15 awak kapal itu ditahan di sebuah hotel di Kota Wonsan. Adapun kapal tempat para awak bekerja teridentifikasi bernama Xianghailin-8. Kapal tersebut dimiliki Northeast Fishery Company dari Navelsk, Rusia.
Kedubes Rusia mengatakan masih terus menjalin komunikasi dengan Pemerintah Korut. Ia berjanji mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Sementara itu, Kementerian Unifikasi Korsel mengatakan bahwa dua warganya yang menjadi awak di Xianghailin-8 dalam kondisi aman. Saat ini Korsel pun sedang berupaya untuk mengamankan kebebasan mereka.
Rusia diketahui memiliki hubungan yang relatif dekat dengan Korut. Moskow bahkan terus menjadi mitra dagang tetap Pyongyang.
Sedangkan Korsel sedang berusaha meredakan ketegangan dengan Korut. Pada akhir Juni lalu, Presiden Korsel Moon Jae-in dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bertemu dengan pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-un di zona demiliterisasi Korea di Panmunjom.
Pertemuan tersebut diadakan untuk membahas tentang kelanjutan pembicaraan denuklirisasi Korut. Perundingan denuklirisasi antara AS dan Korut yang berlangsung di Hanoi, Vietnam, pada Februari lalu diketahui berakhir tanpa kesepakatan. Hal itu disebabkan karena kedua belah pihak mempertahankan posisinya tentang penerapan sanksi.
Korut, yang telah menutup beberapa situs uji coba rudal dan nuklirnya, meminta AS mencabut sebagian sanksi ekonominya. Namun AS tetap berkukuh tak akan mencabut sanksi apa pun. Kecuali Korut telah melakukan denuklirisasi menyeluruh dan terverifikasi.