Kamis 25 Jul 2019 03:35 WIB

Citra Satelit Tunjukkan Myanmar tak Siap Terima Rohingya

Citra satelit menunjukkan penghancuran desa-desa masih berlanjut.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Rumah-rumah terbakar di desa Gawdu Zara, negara bagian Rakhine utara, Myanmar.
Foto: AP Photo
Rumah-rumah terbakar di desa Gawdu Zara, negara bagian Rakhine utara, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, RAKHINE -- Berdasarkan analisis citra satelit, Myanmar nampak belum siap menerima pengembalian etnis Rohingya dari kamp-kamp pengungsian. Janji Myanmar yang sedang mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Rohingya dengan aman dan manusiawi menjadi meragukan. Sebab citra satelit menunjukkan penghancuran desa-desa masih berlanjut.

Pemerintah Myanmar telah berulang kali menjamin akan mengembalikan 700 ribu orang Rohingya yang melarikan diri ke perbatasan. Namun, berdasarkan laporan Australian Strategic Policy Institute (ASPI) persiapan Myanmar untuk mengembalikan orang-orang Rohingya minim.

Baca Juga

Sebelumnya, sekitar 700 ribu orang Rohingya melarikan diri setelah menjadi korban kekerasan militer Myanmar. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut kekerasan yang dilakukan militer sebagai upaya genosida terhadap etnis Rohingya. 

"Kami tidak menemukan bukti persiapan yang tersebar luas untuk pengungsi Rohingya kembali ke kondisi yang aman dan bermartabat (di Myanmar)," kata laporan ASPI, dilansir dari The Guardian, Rabu (24/7).

Laporan ASPI juga menemukan bukti dari citra satelit yang menunjukan pembakaran desa-desa di Rakhine masih berlangsung hingga tahun ini. Sebagaimana diketahui, pembakaran desa, pembunuhan dan pemerkosaan orang-orang Rohingya berlangsung sejak Agustus 2017. Hal itu mengakibatkan ratusan ribu orang Rohingya lari ke perbatasan, sehingga mereka tinggal di kamp pengungsian Cox's Bazar, Bangladesh.

Para peneliti ASPI mengidentifikasi sekitar 58 pemukiman Rohingya yang menjadi sasaran pembongkaran pada 2018. Sementara citra satelit menunjukkan pembongkaran desa-desa Rohingya lainnya pada 2019. Itu seperti bagian dari kampanye militer Myanmar untuk memastikan tidak ada desa-desa layak huni bagi etnis Rohingya yang ingin kembali ke Rakhine.

"Yang paling mengejutkan saya adalah skala pembakaran yang terus berlanjut setelah 2017," kata Nathan Ruser salah satu penulis laporan.

Nathan mengatakan, bukan hanya desa-desa atau rumah-rumah yang tersebar dan dibakar pada tahun 2018 dan 2019. Militer Myanmar melewati seluruh bentang alam dan membakar setiap desa yang ada di sana. Jadi masih ada penghancuran yang luas dan berkelanjutan di daerah pemukiman Rohingya.

"Ini secara khusus menghancurkan pesan dari Pemerintah Myanmar yang menyampaikan mereka bersedia melanjutkan proses repatriasi," ujarnya.

Lebih dari 320 pemukiman Rohingya yang telah dihancurkan, tapi sampai sekarang tidak menunjukkan tanda-tanda adanya rekonstruksi. Pemerintah Myanmar mengklaim pengungsi yang dipulangkan akan diizinkan kembali ke desa mereka masing-masing.

Berdasarkan data dan citra satelit laporan ASPI meragukan kredibilitas klaim Myanmar yang akan mengizinkan orang-orang Rohingya kembali ke rumah mereka. "Justru kami menemukan penghancuran pemukiman yang berkelanjutan, ditambah pembangunan kamp dan pangkalan militer yang sangat aman, dibentengi atau diperluas di lokasi permukiman Rohingya yang dihancurkan," kata laporan itu.

PBB memberi syarat pengembalian orang-orang Rohingya harus secara sukarela, aman, bermartabat, berkelanjutan dan memberi kebebasan bergerak. Tapi laporan ASPI mendukung adanya kekhawatiran bahwa pengungsi Rohingya yang kembali akan ditempatkan di kamp atau daerah yang sangat termiliterisasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement