REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi meninggal dunia pada Kamis (25/7). Dia mangkat dalam usia 92 tahun.
Essebsi, yang merupakan salah satu pemimpin tertua di dunia, meninggal di rumah sakit militer. Putra Essebsi, yakni Hafedh Caid Essebsi mengatakan, pada akhir Juni lalu, ayahnya sempat dirawat di rumah sakit karena penyakit darah.
Essebsi kembali harus menjalani perawatan intensif pada Kamis karena penyakit serupa. Hal itu cukup dicemaskan oleh segenap rakyat Tunisia.
Sebab dalam beberapa pekan terakhir Essebsi telah tiga kali menjalani perawatan di rumah sakit. Kabar duka akhirnya diumumkan kantor kepresidenan Tunisia yang menyebut Essebsi telah meninggal dunia.
Essebsi merupakan pemimpin pertama Tunisia yang dipilih secara demokratis pada Desember 2014. Sebelumnya negara tersebut dipimpin Zine El Abidine Ben Ali yang digulingkan pada Musim Semi Arab.
Essebsi bersama-sama menjadi perantara kesepakatan pembagian kekuasaan bersejarah antara gerakan Nidaa Tounes dan partai Islam Ennahda. Namun ikatan itu kemudian terputus dan Nidaa Tounes pecah dalam pertikaian politik yang berpusat pada putra Essebsi yang menjadi pemimpin partai.
Belum lama ini, Essebsi mengumumkan tak akan mencalonkan diri lagi dalam pemilu yang dijadwalkan digelar pada November mendatang. Dia mengatakan orang yang lebih muda harus memimpin Tunisia.
Pemimpin redaksi majalah International Interest yang berbasis di Inggris Sami Hadi mengatakan Tunisia masih bernasib lebih baik dibandingkan negara tetangganya. "Tunisia masih bernasib jauh lebih baik daripada Libya, Suriah, dan sejenisnya dalam arti telah menghindari perang. Namun ini bukan untuk menyangkal bahwa Tunisia sedang mengalami krisis ekonomi yang sangat buruk. Masih ada perpecahan kelas yang luar biasa dan kemiskinan," kata dia, dikutip lamanAljazirah.
Hadi telah melihat kembalinya kelompok lobi, kepentingan bisnis, dan intervensi asing. "Namun demikian, masih ada keyakinan bahwa pada 2019 semua harapan tidak hilang, bahwa masih ada semacam proses demokrasi," ujarnya.
"Ada pengakuan bahwa rakyat masih memiliki kekuatan. Mengenai Tunisia, ada keputusasaan, tidak ada yang dapat menyangkal hal itu. Namun dibandingkan negara lain, masih ada harapan bahwa kita dapat memperbaiki jalan dan menuju Tunisia yang lebih makmur," kata Hadi.