Kamis 25 Jul 2019 20:16 WIB

Kemenlu Berupaya Putus Mata Rantai Pengantin Pesanan Cina

Ada 32 kasus pengantin pesanan hingga Juli tahun ini.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (ketiga kiri) didampingi Gubernur Kalbar Sutarmidji (kedua kiri), Kapolda Kalbar Irjen Pol Didi Haryono (ketigakanan), Plt Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizasyah (kanan) dan Dirjen Protokol dan Konsuler Kemenlu Andri Hadi (kiri), berbicara saat kunjungan kerja di Mapolda Kalbar, Kamis (25/7/2019).
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (ketiga kiri) didampingi Gubernur Kalbar Sutarmidji (kedua kiri), Kapolda Kalbar Irjen Pol Didi Haryono (ketigakanan), Plt Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizasyah (kanan) dan Dirjen Protokol dan Konsuler Kemenlu Andri Hadi (kiri), berbicara saat kunjungan kerja di Mapolda Kalbar, Kamis (25/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno LP Marsudi memberikan perhatian menyoal upaya pencegahan kasus pengantin pesanan di Indonesia, seperti yang terjadi di Kalimantan. Dia menilai kasus pengantin pesanan kompleks sehingga perlu penanganan komprehensif untuk memutus mata rantainya.

Dalam kesempatan kunjungan ke Pontianak Rabu (25/7) Retno mengadakan rapat koordinasi dengan Gubernur dan Kapolda Kalimantan Barat serta Wali kota Singkawang dan Bupati Sambas beserta jajarannya yang secara khusus membahas praktik pegantin pesanan (mail-order bride).

Baca Juga

Kasus pengantin pesanan memang kerap terjadi antara perempuan Indonesia dengan pria, yang dalam kasus ini berasal dari China. Pernikahan itu dilakukan melalui peran perantara atau agen perjodohan. 

Pengantin pesanan bukanlah merupakan permasalahan rumah tangga biasa, namun setelah diruntut dari kesaksian para pengantinnya, langkah itu terindikasi sebagai tindak pidana perdagangan orang sebagaimana diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2007. Pemerintah Indonesia, termasuk melalui Kementerian Luar Negeri dan perwakilannya di China terus berupaya untuk memulangkan para WNI korban perdagangan orang tersebut. Dalam periode Januari hingga Juli 2019, terdapat 32 kasus pengantin pesanan yang ditangani.

"Kompleksitas kasus pengantin pesanan memerlukan penanganan yang komprehensif, sangat penting memutus mata rantai kasus pengantin pesanan melalui koordinasi pusat dan daerah—hulu dan hilir," kata Menlu Retno dalam pernyataan resmi yang diterima Republika.co.id, Kamis (25/7).

Pertemuan tersebut menyepakati koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam upaya pencegahan, antara lain melalui pengetatan pengeluaran dan legalisasi dokumen persyaratan pernikahan antar negara. Retno mengatakan, kampanye publik mengenai modus-modus pengantin pesanan dan bahayanya juga perlu dilakukan.

Kerja sama juga dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah China dalam langkah-langkah pencegahan perdagangan orang, termasuk dengan melakukan penilaian yang seksama terhadap permohonan pernikahan antara WNI dan WN China. Selain itu, kedua pihak berkomitmen untuk memastikan adanya penegakan hukum terhadap agen perjodohan China yang terlibat perdagangan orang atau melanggar hukum setempat.

Kunjungan Menteri Luar Negeri juga sekaligus bertujuan untuk memulangkan dua korban pengantin pesanan dari RRT. Kedua korban tersebut berasal dari Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement