Kamis 25 Jul 2019 23:58 WIB

AS Gagalkan Teguran Dewan Keamanan PBB Untuk Israel

Kuwait, Indonesia dan Afrika Selatan meminta Dewan Keamanan PBB menegur Israel

Rep: Lintar Satria/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Militer Israel menghancurkan bangunan milik warga Palestina di Sur Baher, Yerusalem Timur, Senin (22/7) waktu setempat.
Foto: AP Photo/Mahmoud Illean
Militer Israel menghancurkan bangunan milik warga Palestina di Sur Baher, Yerusalem Timur, Senin (22/7) waktu setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK--Diplomat-diplomat PBB mengatakan Amerika Serikat (AS) menggagalkan upaya Kuwait, Indonesia dan Afrika Selatan (Afsel) meminta Dewan Keamanan (DK) PBB menegur Israel karena membongkar permukiman Palestina di Sur Baher, Yerusalem. Israel mengatakan 10 gedung apartemen yang dihancurkan pada Senin (22/7) itu masih dalam proses konstruksi. 

Israel bersikeras bangunan-bangunan tersebut didirikan secara ilegal. Menurut mereka bangunan-bangunan itu membahayakan pasukan militer Israel yang beroperasi sepanjang perbatasan Tepi Barat. 

Pejabat PBB yang meminta Israel menunda rencana pembongkaran mengatakan 17 orang Palestina terpaksa mengungsi. Kuwait, Indonesia, Afsel dilaporkan telah mengedarkan konsep pernyataan lima paragraf kepada seluruh anggota DK PBB yang berjumlah 15 negara. 

Pernyataan itu berisi tentang keprihatinan serius atas pembongkaran permukiman Palestina di Sur Baher. Ketiga negara menilai tindakan Israel itu merusak kelangsungan solusi dua negara serta prospek perdamaian yang adil dan permanen.

Konsep pernyataan yang diusulkan di DK PBB memang harus disepakati melalui konsensus sebelum diterbitkan. Menurut keterangan sejumlah diplomat pada Rabu (24/7), saat AS melihat draf yang diajukan Kuwait, Indonesia, dan Afsel, mereka menyatakan tak dapat mendukung teks tersebut.

AS sudah lama menuduh PBB terpengaruh bias anti-Israel. Negeri Paman Sam pun melindungi sekutu terdekatnya itu dari penindakan DK PBB.

Palestina ingin negara bagian dari Tepi Barat dan Jalur Gaza sebelah timur Yerusaleem sebagai ibukota mereka. Tapi wilayah itu sudah dijajah Israel sejak tahun 1967. 

Utusan Presiden AS Donald Trump untuk Timur Tengah Jason Greenblat dan penasihat senior Gedung Putih Jared Kushner menghabiskan dua tahun untuk mengembangkan rencana perdamaian Palestina-Israel. Mereka berharap rencana tersebut dapat menjadi kerangka dalam memperbaharui perundingan kedua negara. 

Kepada DK PBB, Greenblatt mengatakan rencana perdamaian tidak dapat mengandalkan konsensus global, hukum internasional yang inklusif dan resolusi PBB 'yang tidak jelas'. Pernyataan itu memicu protes keras dari sejumlah negara. 

"PLO (Palestine Liberation Organization) dan Otoritas Palestina terus menegaskan Yerusalem Timur harus menjadi ibukota Palestina, tapi mari ingat aspirasi bukanlah hak," kata Greenblatt seperti dilansir dari the Jerussalem Post. 

Greenblatt mengatakan tidak berarti Palestina tidak dapat menyatakan aspirasi untuk memiliki ibukota di Yerusalem timur. Tapi harus ada solusi kreatif agar tiga agama dapat tetap dihormati di kota Yerusalem. Greenblatt kembali menegaskan AS menyatakan Yerusalem sebagai ibukota Israel. 

"Tidak ada konsensus internasional atau interpretasi hukum internasional yang dapat membujuk AS atau Israel menyatakan kota dimana orang Yahudi tinggal dan beribadah selama 3.000 tahun dan ibukota Negara Yahudi untuk 70 tahun hari ini dan selamanya bukan ibukota Israel," kata Greenblatt. 

Lalu ia mengklarifikasi pernyataannya itu. "Yerusalem kota tiga agama dunia," ujarnya. 

Ia menambahkan kebebasan beragama harus dilindungi di kota itu. Greenblatt  meminta pemimpin-pemimpin Palestina dan masyarakat internasional untuk tetap terbuka dengan rencana yang ia buat bersama Kushner.

Ia pastikan AS akan 'segera' merilis keputusan komponen politik dari rencana perdamaian tersebut. 

"Konsensus internasional bukan hukum internasional, jadi mari berhenti bercanda, jika apa yang disebut konsensus internasional dapat menyelesaikan konflik Israel-Palestina, maka sudah selesai sejak berdekade-dekade lalu, tapi nyatanya tidak," tambah Greenblatt. 

Duta besar Jerman untuk PBB Christoph Heusgen mempermasalahkan kata-kata Greenblatt tentang hukum internasional. "Hukum internasional bukan kesia-siaan," tegas Heusgen.

Heusgen mengatakan negaranya percaya PBB dan resolusi DK PBB bersifat mengikat. "Bagi kami hukum internasional bukan menu makanan," tambahnya. 

Heusgen mengatakan perdamaian yang paling baik diawasi oleh hukum internasional. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement