Ahad 28 Jul 2019 19:34 WIB

Polisi Rusia Tahan 1.000 Pendukung Oposisi

Peristiwa ini menjadi salah satu penangkapan terbesar dalam beberapa tahun terakhir.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Andri Saubani
Aktivis oposisi Pemerintah Rusia menggelar aksi di Moskow, memprotes kebijakan-kebijakan Presiden Vladimir Putin, Sabtu (29/4).
Foto: EPA/Anatoly Maltsev
Aktivis oposisi Pemerintah Rusia menggelar aksi di Moskow, memprotes kebijakan-kebijakan Presiden Vladimir Putin, Sabtu (29/4).

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Polisi Rusia menahan lebih dari 1.000 demonstran pendukung oposisi pada Sabtu (27/7). Peristiwa itu menjadi salah satu penangkapan terbesar terhadap orang-orang yang berseberangan dengan Presiden Vladimir Putin dalam beberapa tahun terakhir.

Dalam aksi yang digelar di Moskow, massa menuntut agar anggota oposisi diizinkan untuk mencalonkan diri dalam pemilu lokal yang dijadwalkan dihelat pada 8 September mendatang. Mereka pun memekikkan “Rusia tanpa Putin” dan “Putin mengundurkan diri”.

Polisi antihuru-hara Rusia kemudian berupaya membubarkan demonstran dengan menggunakan pentungan. Aksi penangkapan pun dilakukan. OVD-Info, kelompok pemantau independen melaporkan, polisi menahan setidaknya 1.373 orang sebelum atau pada protes Sabtu lalu.

Namun, di antara mereka yang ditangkap, ada pula yang sebenarnya tak berpartisipasi dalam demonstrasi. Satu di antaranya adalah Alexander Latyshev (45 tahun). Dia mengaku datang ke Moskow untuk membicarakan bisnis dengan rekannya.

“Saya hanya duduk di bangku (ketika polisi membawa saya),” ujarnya.

Di bawah hukum Rusia, lokasi dan waktu untuk menggelar aksi demonstrasi perlu disepakati dengan otoritas berwenang. Namun hal itu memang tak dilakukan pada Sabtu lalu. Wali Kota Moskow Sergei Sobyanin telah memperingatkan sebelumnya bahwa polisi akan bertindak tegas terhadap provokasi serius.

Pemimpin oposisi Rusia yang saat ini dipenjara Alexei Navalny memang telah menyerukan untuk melakukan aksi protes untuk membujuk para pejabat agar mengizinkan kandidat yang berpikiran oposisi maju dalam pemilu mendatang. Namun, otoritas berwenang melarang hal tersebut. Alasannya, karena mereka gagal mengumpulkan tanda tangan asli yang cukup untuk mendukung langkah itu.

Navalny dan sekutunya tak memiliki kursi di parlemen. Jajak pendapat pada masa lalu menunjukkan dukungan terhadap dia memang hanya satu digit angka saja. Tetapi, para pendukungnya mencatat bahwa Navalny memenangkan hampir sepertiga suara dalam pemilihan wali kota Moskow pada 2013.

Sementara itu dukungan terhadap Putin terbilang masih cukup tinggi, yakni mencapai lebih dari 60 persen. Kendati demikian, angka itu lebih rendah daripada yang biasanya dia peroleh. Penurunan dukungan itu disebabkan adanya ketidakpuasan masyarakat Rusia selama beberapa tahun terakhir akibat penurunan pendapatan.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement