Senin 29 Jul 2019 09:09 WIB

Aksi Protes Hong Kong Semakin Memanas

Polisi menangkap 11 demonstran, dan 23 orang terluka dalam aksi demo.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolanda
Peserta aksi melindungi diri mereka dengan payung dari semprotan gas air mata yang dilancarkan petugas di Hong Kong, ahad (28/7).
Foto: AP Photo/Vincent Yu
Peserta aksi melindungi diri mereka dengan payung dari semprotan gas air mata yang dilancarkan petugas di Hong Kong, ahad (28/7).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Polisi Hong Kong bentrok dengan ribuan pengunjuk rasa ketika mereka berusaha untuk memasuki kantor perwakilan utama Cina. Kantor perwakilan Cina menjadi target utama bagi demonstran yang didominasi oleh anak muda. Mereka marah atas intervensi Cina terhadap politik dan hukum Hong Kong. 

Inggris mengembalikan Hong Kong ke pemerintahan Cina pada 1997. Cina menetapkan Hong Kong berada di bawah formula 'satu negara, dua sistem'. Dengan sistem tersebut, Hong Kong dijanjikan kebebasan yang luas termasuk kebebasan berpendapat dan politik. 

Baca Juga

"Kami menyebut ini zaman revolusi Hong Kong. Gerakan ini dipicu oleh penolakan Cina untuk menghormati kebebasan Hong Kong dan kegagalan pihak berwenang untuk mendengarkan suara rakyat," ujar salah satu demonstran, K Lee, Senin (29/7).

Dalam aksi demo lanjutan pada Ahad (28/7) lalu, ribuan warga Hong Kong memadati jalan utama. Mereka mengenakan pakaian hitam dan meneriakkan slogan-slogan anti-polisi. Beberapa warga memegang spanduk bertuliskan, "We rise as one, we fight as one" dan "Stop violence".

Ribuan pengunjuk rasa menuju ke distrik perbelanjaan Causeway Bay, sementara ribuan lainnya bergerak ke Kantor Penghubung Pemerintah Cina. Ratusan polisi anti huru hara telah berjaga ketat di sekeliling kantor penghubung tersebut. 

Namun, bentrokan tak dapat dihindarkan ketika para pengunjuk rasa memaksa masuk ke kantor perwakilan pemerintah Cina. Polisi akhirnya menembakkan gas air mata dan peluru karet untuk mengendalikan kerumunan massa. Setidaknya 23 orang terluka dalam kejadian tersebut. Polisi juga menangkap 11 demonstran.

Aksi protes yang terjadi sejak Juni lalu merupakan krisis politik paling serius bagi Hong Kong. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintahan Presiden Xi Jinping. Seorang mahasiswa yang ikut berpartisipasi dalam aksi protes tersebut, Ho berpendapat, Xi Jinping sangat arogan dalam kepercayaannya pada komunisme.

"Dia (Xi Jinping) telah mengambil kebebasan kita dan itu adalah sesuatu yang tidak dapat kita terima," ujar Ho. 

Awalnya aksi protes tersebut dilakukan untuk menentang rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi, yang akan mengirim pelaku tindak kejahatan ke Cina daratan untuk diadili. Kemudian tuntutan demonstran semakin meluas, termasuk pengunduran diri pemimpin Hong Kong, seruan demokrasi penuh, dan penyelidikan independen terhadap kekerasan yang dilakukan polisi kepada para demonstran.  

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement