Rabu 31 Jul 2019 10:14 WIB

Jepang Ingin Jadi Mediator Repatriasi Pengungsi Rohingya

Jepang menawarkan diri jadi mediator antara Bangladesh dan Myanmar bahas Rohingya.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Pengungsi Rohingya
Foto: AP Photo/Dar Yasin, File
Pengungsi Rohingya

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Jepang menawarkan diri sebagai mediator antara Bangladesh dan Myanmar untuk repatriasi atau pemulangan pengungsi Rohingya ke tanah kelahiran mereka. Hal itu disampaikan langsung oleh Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono kepada Menteri Luar Negeri Bangladesh AK Abdul Momen, dalam kunjungannya ke Cox Bazar.

"Kami baru saja menerima tawaran itu, kami akan membahasnya di forum internal kami dan kemudian mengambil keputusan," ujar Momen dalam konferensi pers pada Selasa (30/7) malam setelah pertemuan bilateral dengan Kono. 

Baca Juga

Menteri luar negeri Jepang melakukan kunjungan selama tiga hari di Bangladesh dan tiba pada Senin (29/7) malam lalu. Kemudian, dia melakukan peninjauan ke kamp pengungsi Rohingya di Cox Bazar pada Selasa pagi. Setelah itu, dia mengadakan pertemuan bilateral dengan Momen yang membahas berbagai masalah kepentingan bersama, termasuk pemulangan pengungsi Rohingya yang hingga kini masih menemui jalan buntu. 

"Jepang memiliki investasi besar di Myanmar, termasuk negara bagian Rakhine dan Bangladesh, mereka (Jepang) tertarik untuk menyelesaikan krisis Rohingya karena sangat penting bagi perdamaian dan stabilitas di seluruh wilayah," kata Momen, dilansir Anadolu Agency.

Momen menambahkan, jika krisis Rohingya tidak diselesaikan maka investasi Jepang di Myanmar akan mengalami risiko besar. Dia mengatakan, menteri luar negeri Jepang dijadwalkan mengunjungi Naypyidaw pada Rabu (31/7) dan bertemu dengan pemerintah Myanmar. Selain itu, Jepang akan menyampaikan tuntutan pengungsi Rohingya di hadapan pemerintah Myanmar. 

"Menteri Luar Negeri Jepang akan pergi ke Naypyidaw besok (Rabu), dan dia akan berbicara dengan pemerintah Myanmar atas nama permintaan Bangladesh untuk mengambil kembali Rohingya sesegera mungkin," ujar Momen.

Momen telah menyampaikan kepada menteri luar negeri Jepang bahwa tindakan ekstremisme bisa tumbuh jika pemulangan pengungsi Rohingya tidak segera dimulai. Selain itu, krisis Rohingya juga harus segera diselesaikan untuk menyelamatkan investasi Jepang di Myanmar. 

"Kami memberi tahu Jepang bahwa ekstremisme dapat tumbuh jika pemulangan Rohingya tidak segera dimulai, dan demi keselamatan investasi besar mereka di kedua negara, krisis ini harus diselesaikan," kata Momen.

Ketika ditanya mengenai sikap Bangladesh jika China juga menawarkan diri untuk mediasi terkait repatriasi pengungsi Rohingya, Momen mengatakan akan menerimanya, apalagi Cina merupakan sekutu besar Myanmar dan Bangladesh. Namun, dia tetap akan menjaga keseimbangan kebijakan diplomatik.  

Terkait hak kewarganegaraan Rohingya, Momen menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan masalah internal Myanmar dan dia tidak ingin ikut campur dalam persoalan itu. Namun, Bangladesh selalu menginginkan keselamatan, dan keamanan ketika proses pemulangan pengungsi Rohingya berlangsung.

"(Tapi) kami selalu menginginkan pengembalian pengungsi Rohingya dengan keamanan, keselamatan, dan bermartabat. Jepang juga setuju dengan kami mengenai kebebasan mobilitas Rohingya di Myanmar," ujar Momen. 

Myanmar menandatangani perjanjian pemulangan pengungsi Rohingya dengan Bangladesh pada 23 November 2017. Pemulangan pengungsi Rohingya tahap pertama dijadwalkan pada November 2018. Namun, proses pemulangan tersebut dihentikan, karena pengungsi Rohingya tidak mau kembali ke tanah kelahirannya. Mereka menyatakan kondisi Myanmar sudah tidak aman lagi. 

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement