Rabu 31 Jul 2019 17:11 WIB

Cina Minta Restoran Halal Hilangkan Aksara Arab

Hal ini bertujuan memastikan agama sesuai dengan budaya Cina.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Tulisan aksara Arab di sebuah restoran halal di kawasan Niujie, Beijing, China ditutup dengan plester, 19 Juli 2019.
Foto: Reuters/Stringer u000d
Tulisan aksara Arab di sebuah restoran halal di kawasan Niujie, Beijing, China ditutup dengan plester, 19 Juli 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Otoritas di ibu kota Cina, Beijing, telah memerintahkan restoran dan kedai makanan halal menghilangkan aksara Arab serta simbol-simbol yang terkait dengan Islam. Ini menjadi bagian dari upaya nasional yang berkembang untuk lebih menonjolkan bahasa China.

Karyawan di 11 restoran dan toko di Beijing yang menjual produk halal yang dikunjungi Reuters menyatakan para pejabat mengatakan kepada mereka untuk menghapus gambar yang berhubungan dengan Islam. Contohnya, bulan sabit dan kata halal yang ditulis dalam bahasa Arab.

Baca Juga

Pegawai pemerintah dari berbagai kantor memberi informasi seorang manajer sebuah toko mi Beijing untuk menutupi kata halal dalam bahasa Arab pada papan nama tokonya. "Mereka mengatakan ini adalah budaya asing dan kami harus menggunakan lebih banyak budaya China," kata manajer tersebut, seperti semua pemilik restoran dan karyawan yang berbicara, menolak menyebutkan nama karena sensitivitas masalah ini.

Kampanye terhadap aksara Arab dan gambar-gambar Islam menandai fase baru dari upaya pada 2016. Hal ini bertujuan memastikan agama sesuai dengan budaya China. Kampanye ini mencakup penghapusan kubah gaya Timur Tengah di banyak masjid di seluruh negeri demi pagoda gaya China.

China merupakan rumah bagi 20 juta Muslim yang secara resmi menjamin kebebasan beragama. Akan tetapi pemerintah telah berkampanye membawa umat beragama sejalan dengan ideologi Partai Komunis.

Bukan hanya Muslim yang berada dalam pengawasan. Pihak berwenang telah menutup banyak gereja Kristen bawah tanah dan menghancurkan beberapa gereja yang dianggap ilegal.

Tetapi umat Islam mendapat perhatian khusus sejak kerusuhan pada 2009 antara sebagian besar warga Muslim Uighur, dan mayoritas etnis Cina Han di wilayah paling barat Xinjiang, tempat tinggal minoritas Uighur. Beberapa orang Uighur, yang menentang kontrol pemerintah, melakukan serangan pisau dan bom mentah di tempat-tempat umum terhadap polisi, dan pihak berwenang lainnya.

Sebagai tanggapan, kemudian China meluncurkan sebuah kamp untuk melawan terorisme di Xinjiang. Saat ini China menghadapi kritik keras dari negara-negara Barat dan kelompok-kelompok hak asasi atas kebijakannya. Khususnya pada penahanan massal, dan pengawasan terhadap warga Uighur, serta muslim lainnya di sana.

photo
Tulisan aksara Arab di sebuah restoran halal di kawasan Niujie, Beijing, China ditutup dengan plester, 19 Juli 2019. Foto: Reuters

Pemerintah menyatakan tindakannya di Xinjiang diperlukan untuk membasmi ekstremisme agama. Para pejabat telah memperingatkan tentang mewabahnya Islamisasi, dan telah memperluas kontrol yang lebih ketat terhadap minoritas Muslim lainnya.

Di samping itu, para analis mengatakan Partai Komunis yang berkuasa prihatin pengaruh asing dapat membuat kelompok agama sulit dikendalikan. "Bahasa Arab dipandang sebagai bahasa asing dan pengetahuan tentang itu sekarang dipandang sebagai sesuatu di luar kendali negara," kata seorang antropolog di Universitas Washington yang mempelajari Xinjiang, Darren Byler.

"Mereka ingin Islam di China beroperasi terutama melalui bahasa China," kata dia.

Menurut aplikasi pengiriman makanan Meituan Dianping, Beijing merupakan rumah bagi setidaknya 1.000 toko dan restoran halal. Ini tersebar di seluruh kawasan Muslim yang bersejarah di kota ini serta di lingkungan lain.

Tidak jelas apakah setiap restoran di Beijing telah diperintahkan untuk menutupi tulisan Arab dan simbol Muslim. Seorang manajer di sebuah restoran yang masih memajang bahasa Arab menyatakan, ia telah diperintahkan untuk menghapusnya, tetapi sedang menunggu tanda baru dibuat.

Beberapa toko besar yang dikunjungi oleh Reuters mengganti tanda-tanda mereka dengan istilah China untuk halal, "qing zhen". Sementara yang lain hanya menutupi lambang Arab dan Islam dengan plester atau stiker.

Committee on Ethnicity and Religious Pemerintah Beijing menolak berkomentar perihal hal ini. Mereka menyatakan perintah mengenai restoran halal merupakan arahan nasional. Sementara National Ethnic Affairs Commission tidak menanggapi permintaan komentar melalui faks.

Sebagian besar pemilik toko yang diwawancarai oleh Reuters mengatakan mereka tidak keberatan mengganti tanda-tanda mereka. Beberapa menyatakan hal itu membingungkan pelanggan. Karyawan di toko daging halal menuduh pihak berwenang menghapus budaya Muslim.

"Mereka selalu berbicara tentang persatuan nasional, mereka selalu berbicara tentang China menjadi internasional. Apakah ini persatuan nasional?" katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement