REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Perdagangan narkoba ke Singapura telah meningkat baru-baru ini, meski negara tersebut telah memberlakukan hukuman ketat. Menteri Hukum Singapura K Shanmugam tetap mempertahankan hukuman mati bagi kejahatan narkoba serius di negara tersebut.
"Kami telah melihat peningkatan jumlah orang yang datang dari negara-negara yang mencoba untuk melintas," ujar Shanmugam.
Shanmugam tidak merinci jenis narkoba yang telah diselundupkan ke Singapura secara ilegal. Negara-negara kaya memiliki kebijakan nol toleransi untuk obat-obatan terlarang dan memberlakukan hukuman yang ketat.
Singapura telah melakukan 13 eksekusi pada 2018, sebelas di antaranya terkait kasus narkoba. Amnesty International mengatakan, ini adalah tahun pertama sejak 2003 di mana jumlah narapidana yang dieksekusi mencapai dua digit.
Shanmugam mengatakan, jumlah eksekusi yang lebih tinggi pada tahun lalu karena pemerintah tidak melakukan eksekusi di tahun sebelumnya. Sementara, parlemen Singapura sedang meninjau hukuman mati tersebut.
Shanmugam mengatakan, masih ada dukungan yang sangat kuat kepada pemerintah untuk menjalankan hukuman mati kepada para narapidana narkoba. Sementara, negara-negara tetangga lainnya seperti Malaysia dan Thailand telah memilih untuk menghapus hukuman mati. Thailand diketahui telah melegalkan ganja untuk penggunaan medis dan penelitian pada 2018.
Shanmugam mengatakan, Singapura tetap memberlakukan hukuman mati terhadap narapidana narkoba karena memiliki dampak jangka panjang terhadap negara. Selain itu, perdagangan narkoba juga berdampak kepada perekonomian negara.
"Di tempat-tempat di mana mereka telah melegalkan ganja kejahatan telah meningkat, biaya medis dan biaya rawat inap telah meningkat secara signifikan, jauh lebih besar daripada pendapatan pajak yang diterima negara. Biaya sosial dalam hal kehidupan dan trauma dan keluarga sangat signifikan," kata Shanmugam.
Reformasi hukum dan kelompok hak asasi manusia yang berpusat di Malaysia, Lawyers for Liberty mengatakan, pada bulan ini Singapura menolak permohonan grasi terhadap 10 narapidana. Kelompok ini berpendapat, Singapura sedang mempersiapkan hukuman eksekusi mati bagi narapidana narkoba.
"Ini menunjukkan bahwa Singapura sedang mempersiapkan pesta eksekusi, sama sekali mengabaikan norma-norma hukum internasional dan pendapat dunia yang layak," ujar Lawyers for Liberty dalam sebuah pernyataan.