Sabtu 03 Aug 2019 09:39 WIB

Pelecehan Seksual Ancam Mahasiswa ANU Canbera

Pihak kampus dinilai lamban dalam menyikapi kasus pelecehan seksual di ANU ini.

Red:
abc news
abc news

Sejumlah mahasiswa Universitas ANU di Canberra, Australia, menggelar kampanye Stop Campaign yang mengangkat kisah personal korban pelecehan seksual di kampus. Pelaku dan korban umumnya tinggal di asrama.

Salah satu korban menggambarkan bagaimana dia diserang oleh seorang mahasiswa lain dari asrama yang sama.

"Saya bilang ke dia bahwa kita tidak akan berhubungan seks ya. Tapi dia kemudian mulai kasar dan jadi agak sadis," kata mahasiswi yang tidak disebutkan namanya, dalam laporan bertajuk Revealing Truths and Breaking Stigmas.

"Dia sering mabuk-mabukan. Suatu malam dia minum terlalu banyak dan saat saya menolak tidur dengannya, dia memukul leherku dengan botol," tuturnya.

Wanita muda ini menjelaskan, setelah kejadian itu dia dan pria tersebut masih harus saling ketemu karena tinggal di asrama yang sama.

"Saya nyaris tak bisa makan karena sadar bahwa dia sewaktu-waktu bisa muncul. Bila melihatnya di kampus, saya selalu panik dan berusaha menjauh," katanya.

Korban mengaku telah melapor ke pengurus asrama mahasiswa yang telah menegur keras pelaku. Pengurus asrama juga menyatakan pelaku bersedia menyampaikan permintaan maaf pada korban.

Tapi permintaan maaf itu tak pernah sampai ke korban.

Seorang mahasiswi lainnya mengalami kisah yang sama. Dia mengaku tadinya menganggap ANU sebagai kampus pasti aman karena penuh dengan orang berpendidikan.

Dia masih ingat di masa orientasi kampus, minggu pertama dia datang ke ANU, ketika bersosialisasi dengan mahasiswa lain di asrama kampus itu.

"Yang terjadi selanjutnya membuatku ketakutan," katanya.

"Saya dikerubuti. Teman-teman semua berusaha memaksaku masuk ke kamar pria itu untuk berhubungan seks dengannya," kata korban yang tak disebutkan namanya.

"Saya jelas tidak mau dan mereka menahan telepon dan dompetku. Mereka tidak akan mengembalikannya sampai saya masuk ke kamarnya. Bagi mereka ini lucu-lucuan," tuturnya.

Seorang kawannya mengatakan, "apa yang terjadi selama masa orientasi biarlah tinggal di masa orientasi", tidak perlu dibawa-bawa keluar.

"Saya melihat diriku dan teman-teman sebayaku diperlakukan seperti objek, terutama di tahun pertama kuliah," katanya.

 

Ketua Asosiasi Mahasiswa Pascasarjana ANU Zyl Hovenga-Wauchope mengatakan pihak universitas gagal menerapkan strateginya setahun terakhir ini dalam mencegah pelecehan seksual.

Pasalnya, kata Zyl, pihak birokrasi kampus tidaklah memprioritaskan masalah ini.

Dia mengakui pihak universitas telah membentuk unit khusus sebagai respon atas laporan Komnas HAM Australia mengenai pelanggaran seksual di sana.

Tapi, katanya, pekerjaan unit mereka habis tersedot oleh birokrasi yang rumit.

Dia mengaku kecewa dengan unit tersebut yang katanya hanya bertemu sekali di tahun 2019. Mahasiswa, katanya, masih menunggu realisasi janji ANU, termasuk alat pelaporan online kasus kekerasan seksual.

Pekan ini, sejumlah mahasiswa dengan mengenakan pakaian hitam, melakukan aksi unjukrasa di kampusnya.

Mereka menyerukan transparansi universitas tentang bagaimana dan kapan kode etik baru akan dibuat.

 

Mina Khoshnevisan dari Stop Campaign mengatakan kekerasan seksual di kampus merupakan masalah budaya yang perlu ditangani dengan berbagai cara.

Dia mengatakan penghuni asrama yang umumnya anak-anak muda ditambah budaya minuman keras menimbulkan kerentanan.

"Mahasiswa ANU sangat rentan karena kebanyakan dari kami tinggal di kampus," katanya.

"Untuk pertama kalinya kami jauh dari keluarga dan teman lama, ditambah lagi bahwa kami sekarang sudah legal untuk minum miras," ujarnya Mina.

Sementara itu Rektor ANU Brian Schmidt membantah birokrasi sebagai pihak yang harus disalahkan dalam kasus ini.

"Saya kecewa dengan adanya pelecehan seksual di kampus kita dalam bentuk apa pun," tegasnya.

"Saya bangga dengan kemajuan yang telah kami capai."

Kepala unit khusus Sue Webeck secara terpisah mengatakan unitnya baru beroperasi penuh awal tahun ini.

"Saya setuju bahwa kita dapat berbuat lebih baik dalam memberi dukungan dan melibatkan kelompok penasihat di seluruh universitas," katanya.

Simak berita selengkapnya dalam Bahasa Inggris di sini.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement